Jumat, 20 Januari 2017

Khalwat ( Pengertian, Hukum, Penjelasan Menurut Ulama)

 

Khalwat ( Pengertian, Hukum, Penjelasan Menurut Ulama)

 

Halo sahabat caratipsahoi, kali ini saya ingin berbagi ke teman- teman sekalian tentang bab khalwat, apa itu khalwat, hukumnya menurut ulama mazhab, serta penjelasan yang lebih rinci, untuk mengetahui lebih lanjut silahkan dibaca makalah ini ya.

BAB II

ISI


2.1 PENGERTIAN KHALWAT


Makna khalwat secara bahasa berasal dari kata  khala-yakhlu  maknanya menyepi, menyendiri, mengasingkan diri bersama dengan seseorang atau tanpa kersertaan orang lain. Menyendiri pada satu tempat tertentu, jauh dari keramaian dan orang banyak selama beberapa hari untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui shalat dan amaliah lainnya. Secara istilah, khalwat sering digunakan untuk hubungan antara laki-laki dan wanita  dimana mereka menyepi dari pendengaran, penglihatan, pengetahuan atau campur tangan pihak lain atau mahramnya, kecuali hanya mereka berdua..

Sejauh yang kami tahu tidak ada pelarangan ikhtilat dalam Al Qur’an dan Hadits. Istilah ikhtilat adalah perkara baru (muhdats). Hal yang telarang adalah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita yang bukan mahramnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda

“Tidaklah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang seorang wanita (yang bukan mahramnya) melainkan syaithan yang ketiganya.”

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang wanita yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.”

“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang wanita, kecuali bersama mahramnya.”

Firman Allah ta’ala yang artinya,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

 Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An Nuur [24]:31)

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“. (QS An Nuur [24]:30)

2.2 HUKUM  KHALWAT

Khalwat dalam makna menyepi sendirian (satu orang) di tempat yang sunyi hukum asalnya adalah boleh (jawaz), bahkan bisa menjadi mustahab (disenangi) jika menyendiri dalam rangka berdzikir dan beribadah, sebagaimana kegemaran Muhammad SAW sebelum beliau diangkat sebagai Nabi & Rasul beliau sering berkhalwat di gua Hira’. Imam An Nawawi berkata:

الْخَلْوَةُ شَأْنُ الصَّالِحِينَ وَعِبَادِ اللَّهِ الْعَارِفِينَ

Khalwat adalah kebutuhan orang-orang shalih dan hamba-hamba Allah yg ‘ârif
Khalwat dalam makna dua orang menyendiri di suatu tempat yang sunyi hukumnya boleh bagi:

1.    Laki-laki dengan laki-laki.

2.    Perempuan dengan perempuan.

3.    Laki-laki dengan wanita yang menjadi mahramnya.

4.    Laki-laki dengan istrinya.

5.    Laki-laki dengan wanita yang bukan mahram tetapi mereka berdua di hadapan manusia yang lain pada tempat yang tidak terlindung (terhijab) dari pandangan manusia yg lain, manusia yang lain masih dapat melihat mereka namun tidak mendengar apa yg mereka berdua bicarakan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dengan wanita Anshar dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Anas ibn Malik :

Telah datang seorang wanita Anshar kepada Nabi SAW Maka Nabi bersendirian (khalaa) dengan wanita itu, dan berkata,”Demi Allah Sesungguhnya kalian (wahai Anshar) merupakan orang-orang yang paling aku cintai”. (HR Bukhari No. 4833).

Menurut Al-Mausuah Al-Fiqhiyah 17/267 disebutkan bahwa ada juga khalwat yang dibolehkan yakni dalam situasi seperti digambarkan di bawah:
Termasuk khalwat yang boleh adalah berduaannya seorang pria dan seorang wanita di depan banyak orang sekiranya keberadaan keduanya tidak tertutup dari mata orang banyak walaupun mereka tidak mendengar percakapan keduanya. Ada sebuah hadits dalam Sahih Bukhari yang menyatakan: "Seorang perempuan

Anshar datang pada Nabi lalu Nabi berduaan dengannya." Ibnu Hajar memasukkan hadits ini dalam bab "Bolehnya lelaki dan perempuan khalwat di dekat orang banyak." Ibnu Hajar mengomentari hadits ini demikian: Pria tidak boleh berkhalwat dengan wanita apabila keberadaan keduanya tertutup (terhalang) dari pandangan orang banyak.

Dalam hadits riwayat Bukhari No. 502 disebutkan bahwa wanita tersebut membawa bayinya (وَمَعَهَا صَبِيٌّ لَهَا). Ibnu Hajar Al Asqalany menjelaskan bahwa menyendirinya Nabi bukan berarti tidak ada orang lain sama sekali, melainkan orang lain tidak mendengar apa yg dibicarakan oleh Nabi dg wanita tsb, buktinya Anas masih mendengar salah satu perkataan nabi yang menyatakan cintanya kepada kaum Anshar.

Khalwat dalam makna menyendirinya seorang pria dengan seorang wanita asing di suatu tempat yang tidak memungkinkan orang lain untuk bergabung dengan keduanya, kecuali dengan izin keduanya, para ‘ulama sepakat menyatakan hukumnya haram walaupun mereka menyendiri untuk melakukan shalat sekalipun (An Nawawi, Syarh Shahih Muslim), kecuali dalam kondisi darurat misalnya wanita asing yang tersesat yang dikhawatirkan dia akan celaka kalau ditinggalkan seorang diri, seperti kasus tertinggalnya Aisyah dari rombongan Rasulullah SAW.

Rincian Hukum Khalwat dg Wanita Asing

Yang dimaksud dengan wanita asing (ajnabiyyah) adalah wanita yang bukan istri dan bukan mahram. Yang dimaksud dg mahram adalah org yang haram menikahinya secara permanen, baik karena ikatan kerabat (saudara, ayah, dst), persusuan, atau perkawinan (mertua dst). Berarti mahramnya wanita adalah laki-laki yg haram menikahi wanita tersebut secara permanen. Hadist-hadits yang membicarakan khalwat antara lain:

1. “Jauhilah masuk (kerumah) wanita (sendirian)”. Maka seorang sahabat Anshar bertanya,”Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dg laki-laki keluarga dekat suaminya(ipar)?” Rasulullah menjawab,”Laki-laki keluarga dekat suami (ipar) itu kematian (berbahaya) !” (HR. Bukhari nomor 4831, dari ‘Uqbah ibn ‘Amir).

2. barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah berkhalwat dg seorang wanita tanpa mahramnya (wanita tersebut) karena yg ketiga adalah syaitan (HR Ahmad No. 14124, dari Jabir bin Abdullah)

3. ”Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita (asing) kecuali bersama mahramnya”. Maka seorang sahabat berdiri lantas berkata,”Wahai Rasulullah, bagaimana kalau isteriku sedang keluar rumah untuk berhaji sementara aku harus mengikuti perang ini atau itu”. Rasulullah menjawab,”Kembalilah dari perang dan temani isterimu berhaji”.(HR. Bukhari nomor 4832, dari Ibn ‘Abbas).

4. “Janganlah seorang laki-laki bersendirian bersama wanita dan janganlah seorang wanita melakukan safar (perjalanan jauh) kecuali bersama mahramnya. Maka seorang sahabat berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin ikut serta dalam pasukan ini atau itu sementara isteriku ingin berhaji”. Maka Rasulullah menjawab,”Pergilah kemudian berhajilah bersama isterimu”. (HR. Bukhari nomor 2784, dari Ibn ‘Abbas)

5. “Ingatlah, Janganlah seorang laki-laki menginap bersama dengan seorang wanita janda, kecuali jika dia itu menikahinya atau mahramnya”. (HR. Muslim nomor 4063, dari Jabir)

6. “Sekelompok (laki-laki) Bani Hasyim menemui Asma’ binti ‘Umais (dan Asma’ sedang sendirian), maka Abu Bakr setelah itu kebetulan masuk juga ke tempat Asma’, saat itu Asma’ merupakan hamba milik Abu Bakr.. Melihat para lelaki itu, Abu Bakr jadi tidak suka. Maka Abu Bakr pun melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi. Abu Bakr berkata,”Saya tidak melihat (mereka) kecuali (mereka berbuat) kebaikan”. Maka Rasulullah berkata,”Sesungguhnya Allah berlepas tangan dalam kejadian semacam itu”.Kemudian Rasulullah bangkit menuju mimbar dan bersabda,”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki, sesudah hari ini, masuk menemani seorang wanita yang sedang sendirian, kecuali jika laki-laki itu ditemani seorang laki-laki lain atau ditemani dua laki-laki lain”. (HR Muslim, nomor 4039, dari Abdullah ibn’Amr ibn al-‘Ash)

Dari hadits-hadits tersebut diatas, akan ada pertentangan kalau difahami masing-masing secara terpisah. Dapat dipahami dari hadits 1 bahwa kalau ada 3 orang yang berkumpul maka boleh, tanpa syarat harus mahram, namun dari hadits no 2, 3, 4, 5, dan 6, banyak orang yang berkumpul tidak otomatis menjadikan hukumnya boleh, namun disyaratkan harus ada laki-laki yang menjadi mahram wanita (salah satu wanita) tersebut. Oleh sebab itu sepertinya bukan kapasitas saya untuk berijtihad dalam hal ini, saya hanya akan menyampaikan beberapa pendapat ‘ulama berkaitan dengan hal ini.

Para fuqaha (ahli fiqh) sepakat bahwa haram berkhalwat seorang lelaki dan seorang wanita asing (jadi jumlah orangnya hanya dua orang). Namun mereka berbeda pendapat kalau jumlah orangnya lebih dari 2, yakni:

1. Para ‘Ulama Madzhab Syafi’i:


a. Imamul Haramain : satu laki laki dg dua wanita atau lebih, wanitanya tanpa mahram maka hukumnya haram menyendiri dengan mereka. Jika salah satu wanita tersebut adalah mahram bagi laki-laki tersebut maka boleh hukumnya. Begitu juga jika satu wanita dengan 2 atau lebih laki-laki, dan salah satu laki-laki adalah mahram wanita tsb maka boleh hukumnya. Intinya dalam semua kasus khalwat baik satu laki-laki dg banyak wanita, satu wanita dengan banyak lelaki, atau banyak wanita dengan banyak lelaki, salah satu wanita yang berkhalwat haruslah bersama mahramnya.

b. As Syafi’i menulis bahwa tidak boleh seorang lelaki shalat bersama seorang wanita kecuali wanita tsb bersama mahramnya, juga tidak boleh seorang lelaki dengan banyak wanita menyendiri tanpa ada mahram dari salah satu wanita. Dari Al Qoffal juga dinyatakan seperti pendapat Imam Al Haramain.

c. Penulis kitab Al Majmu’ (Imam An Nawawi) membolehkan seorang lelaki berkhalwat dengan banyak wanita tanpa mahram, namun mengharamkan banyak lelaki berkhalwat dengan satu wanita tanpa mahram, dan dikatakan juga jika mereka (para lelaki) aman dari berbuat keji maka boleh. Hal ini juga disebut dalam kitab Hasyiyah Al Jamal.

2. Ulama Madzhab Hanafi : 


Boleh berkhalwat jika ada pihak ketiga (jumlah totalnya minimal 3 orang), baik orang ke-3 tersebut mahram bagi laki-laki, maupun wanita yang tsiqot (yang bisa dipercaya) yang bukan mahram.

3. Ulama Madzhab Maliki 


 Makruh hukumnya satu laki-laki shalat dg banyak wanita, dan juga sebaliknya, walaupun ada mahramnya.

4. Ulama Madzhab Hanbali


 Haram berkhalwat satu laki-laki dengan banyak wanita atau satu wanita dengan banyak lelaki (yang wanitanya tanpa mahram).

Khalwat dengan Tunangan
Para ulama telah sepakat bahwa tunangan (wanita yang telah di khitbah—belum nikah) hukumnya seperti wanita asing, sehingga haram berduaan dengannya.

Khalwat Untuk Pengobatan
Haram hukumnya berkhalwat dengan wanita walaupun untuk pengobatan walaupun darurat. Boleh pengobatan selama wanita tadi bersama mahramnya, suaminya atau wanita yang tsiqot yang bisa menemaninya, ini pendapat Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah.

Khalwat Saat Walimah Pernikahan
Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengharamkan mendatangi walimah jika terdapat khalwat yang diharamkan.

Khalwat Dengan Anak Belum Baligh
Diharamkan berkhalwat dengan anak (perempuan) yang belum baligh jika dikhawatirkan akan terjadi fitnah. As Syafi’i juga mengharamkannya walaupun anak-anaknya banyak, kecuali jika aman dari fitnah seperti di jalan raya atau di masjid.

Khalwat Dengan Mahram
Hukumnya boleh jika aman dari fitnah, akan tetapi jika dia menyimpan ‘perasaan’ dengan mahramnya maka haram.

Khalwat Dengan Istri yg telah di Cerai
Jika talak raj’i (masih bisa kembali) dalam masa ‘iddah maka hukumnya boleh, akan tetapi jika talaknya talak ba’in (talak 3) maka haram.

2.3 MANFAAT KHALWAT


Hadrat Sayyidi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata : “Menyendiri merupakan sesuatu yang mesti engkau alami. Ketika ajal datang menjemput, semua sahabat dekat akan memutuskan hubungan denganmu, dan semua keluarga akan berpisah darimu.

 Maka dari itu, berpisahlah dari mereka, dan putuskan hubungan dengan mereka, sebelum mereka meninggalkanmu dalam kesulitan. Kubur akan menjadi jalan kecil menuju Allah SWT., menjadi koridor. Matilah engkau, sebelum engkau mati (mutu qabla antamutu). Matilah terhadap dirimu, dan terhadap mereka, maka engkau akan hidup didalam Dia. Engkau akan menjadi seperti orang mati, yang dimanipulasi oleh tangan takdir, menerima bagiannya dengan sepi ing pamrih.” Dan beliau berkata : “Memegang teguh tauhid adalah menyingkirkan semua makhluk, menjauhkan diri dari pergolakan tabiat untuk menuju alam malaikat, kemudian meninggalkan alam malaikat dan berhubungan dengan Allah SWT.”

‘Khalwat adalah menghadirkan rasa terus menerus seolah-olah menjemput kematian.
Tekad untuk mendekatkan diri kepada Allah,swt., tidak boleh kendur, jika dirasa lapar, haus, ngantuk, pegal dan linu persendian, jenuh adalah hal biasa, dan memang itulah ujian untuk lahiriyah, sedangkan ujian batiniyah lebih dasyat, berupa cakap-cakap hati, menerawang dunia dan kekhawatiran terhadap keluarga dan perdagangan, sehingga Allah SWT tersingkirkan. Hanya dengan menjaga kondisi-kondisinya saja manfaat khalwat bisa muncul kepermukaan. Allah SWT berfirman : ‘Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS 18 : 110)


BAB III

PENUTUP


3.1    KESIMPULAN


1.    Khalwat yang diperbolehkan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama wanita tersebut, yaitu memojok dengan suara yang tidak di dengar oleh khalayak namun tidak tertutup dari pandangan mereka. Hal ini juga sebagaimana penjelasan Al-Muhallab,

 “Anas tidak memaksudkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhalwat dengan wanita tersebut hingga tidak kelihatan oleh orang-orang sekitar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala itu, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhalwat dengan wanita tersebut hingga orang-orang di sekitarnya tidak mendengar keluhan sang wanita dan pembicaraan yang berlangsung antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan wanita tersebut.

Oleh karena itu Anas mendengar akhir dari pembicaraan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan wanita tersebut lalu iapun menukilnya (meriwayatkannya) dan ia tidak meriwayatkan pembicaraan yang berlangsung antara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan wanita itu karena ia tidak mendengarnya.” (Fathul Bari 9/413. Adapun

perkataan Imam Nawawi bahwa “kemungkinan wanita tersebut adalah mahrom Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Ummu Sulaim dan saudara wanitanya.” (Al-Minhaj 16/68), maka kuranglah tepat karena sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim bahwa wanita tersebut pikirannya agak terganggu, dan ini bukanlah merupakan sifat Ummu Sulaim).

2.    Khalwat yang diharamkan adalah khalwat (bersendiriannya) antara lelaki dan wanita sehingga tertutup dari pandangan manusia. Berkata Al-Qodhi dalam Al-Ahkam As-Sulthoniah tentang sifat penegak amar ma’ruf nahi mungkar,

“Jika ia melihat seorang pria yang berdiri bersama seorang wanita di jalan yang dilewati (orang-orang) dan tidak nampak dari keduanya tanda-tanda yang mencurigakan maka janganlah ia menghardik mereka berdua dan janganlah ia mengingkari.

Namun jika mereka berdua berdiri di jalan yang sepi maka sepinya tempat mencurigakan maka ia boleh mengingkari pria tersebut dan hendaknya ia jangan segera memberi hukuman terhadap keduanya khawatir ternyata sang pria adalah mahrom sang wanita. Hendaknya ia berkata kepada sang pria -jika ternyata ia adalah mahrom sang wanita- jagalah wanita ini dari tempat-tempat yang mencurigakan. -Dan jika ternyata wanita tersebut adalah wanita ajnabiah- hendaknya ia berkata kepada sang pria, ‘Aku ingatkan kepadamu dari bahaya berkhalwat dengan wanita ajnabiah yang bisa menjerumuskan.’”
Disqus Comments