BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara ciptaan-NYA dan juga sebagai pemimpin dimuka bumi ini. Dari pengertian ini biasanya disalah artikan oleh manusia itu sendiri, dengan cara bertindak semaunya tanpa melihat apa ada yang dirugikan disekeliling mereka. Artinya hanya peduli dengan kepentingannya sendiri tanpa peduli pada kepentingan orang lain. Seperti contoh bermasyarakat khususnya dengan tetangga, jika kita menyalakan televisi selayaknya sesuai aturan jangan sampai mengganggu tetangga kita, yang mana dari hal itu ketahuanlah bahwa kita punya rasa tenggang rasa atau tidak. Jadi secara tidak lain kita sebagai warga Negara yang baik harus taat pada aturan tertulis maupun yang tidak tertulis seperti aturan dalam masyarakat. Khususnya bagi umat muslim selain harus taat pada aturan-aturan tertulis maupun yang tidak tertulis, kita juga mempunyai aturan agama yang memang wajib kita laksanakan jika ingin benar-benar menjadi seorang muslim yang haqiqi yaitu fiqih.Islam adalah agama yang kompleks dan dinamis, segala hal semuanya sudah diatur sedemikian rupa salah satu aturan dalam islam tersebut termaktub dalam ilmu fiqih muamalah. Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya. Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Yang bertujuan untuk menjelaskan dan menjawab hukum-hukum permasalahan tersebut supaya dapat dimanfaatkan pada masa-masanya dan setelahnya, ketika lemahnya negara islam dan kaum muslimin dalam seluruh urusannya, termasuk juga masalah fiqih seperti sekarang ini.
Berangkat dari sini, sudah menjadi kewajiban setiap muslim dalam kehidupannya untuk mengenal dan mengamalkan hukum-hukum syariat terkait dengan amalan tersebut. Hal itulah yang melatarbelakangi kami dalam membuat makalah ini.
1.2 IDENTIFIKASI DAN PEMBATASAN MASALAH
Dikarenakan luasnya bahasan mengenai fiqih muamalah ini, maka perlu kiranya kami membatasi masalah yang akan kami sampaikan nantinya, secara garis besar batasan masalah kelompok kami seputar definisi, kaidah, ruang lingkup, dalil-dalil serta contoh permasalahan dari fiqih muamalah tersebut.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi fiqih muamalah ?
2. Bagaimana kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi ( muamalah ) ?
3. Apa saja ruang lingkup fiqih muamalah ?
4. Apa dalil yang melandasi fiqih muamalah?
5. Bagaimana contoh permasalahan dalam fiqih muamalah?
1.4 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui lebih jelas tentang pengertian atau definisi dari fiqih muamalah
2. Untuk mengetahui Kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi ( muamalah )
3. Menguraikan ruang lingkup fiqih muamalah
4. Untuk mengetahui dalil-dalil yang melandaskan hukum fiqih muamalah
5. Untuk mengetahui contoh permasalahan fiqih muamalah dalam kehidupam bermasyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFENISI FIQIH MUAMALAH
Fiqih Muamalah tersusun dari dua kata (lafadz), yaitu fiqih (الفقه) dan Muamalah (المعاملة). Lafadz yang pertama (الفقه) secara etimologi memiliki makna pengeritan atau pemahaman.
sedangkan dalam terminologi kata fiqih memiliki definisi yang beragam dari kalangan ulama’ :
1. Abu Hanifah memberikan memberikan definisi definisi tentang fiqih, yaitu sebagai berikut,
معرفة النفس مالها وما عليها
“Pengetahuan tentang hak dan kewajiban manusia”.
2. Imam As-Syafi’i memberikan suatu batasan fiqih sebagai berikut,
العلم بالأحكام الشرعيّة المكتسب من أدلتها التفصيلية
“Suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syari’ah amaliyah (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci”.
3. H. Lammens, S.J., guru besar bidang bahasa Arab di Universitas Joseph, Beirut sebagaimana dikutip dalm buku Pengantar Fiqih Mu’amalah karya Masduha Abdurrahman, memaknai fiqih sama dengan syari’ah. Fiqih, secara bahasa menurut Lammens adalah wisdom (hukum). Dalam pemahamannya, fiqih adalah rerum divinarum atque humanarum notitia (pengetahuan dan batasan-batasan lembaga dan hukum baik dimensi ketuhanan maupun dimensi manusia).
4. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan fiqih dengan pengetahuan tentang hukum-hukum syarar’ mengenai perbuatan manusia yang diusahakan dari dalil-dalil yang terinci atau kumpulan hukum syara’ mengenai perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dalil yang terinci.
5. Al-Jurjani membatasi definisi fiqih sebagai berikut,
العلم بالأحكام الشرعيّةالعمليّة من أدلّتها التفصيليّة وهوعلم مستنبط بالرأي والإجتهادويحتاج فيه إلى النظروالتأمل
“Suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syari’ah amaliyah (praktis) dari dalil-dalil yang terinci yang dihasilkan oleh pikiran atau ijtihad melalui analisis dan perenungan”.
6. Al-Amidi, seorang ulama’ Syafi’iyah, mendefinisikan fiqih sebagai ilmu tentang hukum-hukum syari’ah dari dalil-dali yang terinci. Sementara menurut fuqaha’ Malikiyah, fiqih adalah ilmu tentang perintah-perintah syar’iyah dalam masalah khusus yang diperoleh dari aplikasi teori istidlal atau pencarian hukum dengan dalil.
Pengertian dan definisi fiqih sendiri pada awalnya mencakup seluruh dimensi hukum syari’at Islam, baik yang berkenaan dengan, masalah aqidah, akhlaq, ibadah, maupun yang berkenaan dengan masalah muamalah. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 122.
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah :122)
Dari beberapa definisi diatas, dapat ambil sebuah kesimpulan bahwa fiqih memiliki dua pengertian.
Pertama, dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan bahwa fiqih adalah sebuah pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at.
العلم بالأحكام الشرعيّة
“Mengetahui hukum-hukum syara’ yang alamiyah”
Definisi ini menggambarkan bahwa fiqih adalah sebuah lapangan ilmu pengetahuan yang kajiannya seputar permasalahan syariat yang bersifat furu’iyah dan berdasarkan atas dalil-dalil tafsili (rinci). Karena ia merupakan pengetahuan yang digali melalui penalaran dan istidlal (penggunaan dalil) oleh si mujtahid atau para ulama’ (fuqaha’), maka ia dapat saja menerima perubahan atau pembaharuan, karena tuntutan ruang dan waktu.
Contoh yang sangat jelas adalah bahwa al-Syafi’i memiliki qaul qadim (pendapat terdahulu) dan qaul jadid (pendapat kemudian) akibat tuntutan ruang yang berbeda, yaitu perpindahan beliau dari Baghdad ke Mesir. Dalam konteks Islam Indonesia, hal ini akan tampak pada kajian tentang Hukum Islam Indonesia yang merupakan penjabaran fiqih dalam konteks Indonesia.
Kedua, fiqih dilihat dilihat dari sudut pandang bahwa ia adalah sebuah objek kajian pengetahuan, yakni hukum fiqih itu sendiri, pengertian ini memandang bahwa fiqih adalah suatu rangkaian atau himpunan hukum syariat yang memiliki dasar atau dalil yang terperinci, pengertian ini adalah sebagaimana yang dipahami dalam istilah para ulama’ ahli fiqih (fuqaha’).
مجموعة الأحكام المشروعية في الإسلام
“Himpunan hukum-hukum amaliyah yang disyari’atkan dalam Islam”
Berikut penjelasan dari Fiqih, Muamalah, dan Fiqih Muamalah.
1. Fiqih
Menurut etimologi, fiqih adalah الفهم)) [paham], seperti pernyataan : فقهت الدرس (saya paham pelajaran itu). Arti ini sesuai dengan arti fiqih dalam salah satu hadis riwayat Imam Bukhari berikut:
من يرد ا لله به خيرا يفقهه في الد ين
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisiNya, niscaya diberikan kepadaNya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”
Menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun ibadah sama dengan arti syari’ah islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Menurut Imam Haramain, fiqih merupakan pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad. Demikian pula menurut Al-Amidi, pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar dan istidhah). Pengetahuan yang tidak melalui jalur ijtihad(kajian), tetapi bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-masalah qath’i lainnya tidak bermasuk fiqih.
Hal tersebut menunjukkan bahwa fiqih bersifat ijtihadi dan zhanni. Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan dengan kata al-Islami sehingga terangkai al-Fiqih Al-Islami, yang sering diterjemahkan dengan hukum Islam yang memiliki cakupan sangat luas. Pada perkembanagn selanjutnya, ulama fiqih membagi menjadi beberapa bidang, diantaranya Fiqih Muamalah.
2. Muamalah
Menurut etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata’amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengenal.
Muamalah ialah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya,tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dll. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.
Aturan agama yang mengatur hubunagn antara manusia dengan alam sekitarnya dapat kita jumpai seperti larangan mengganggu, merusak dan membinasakan hewan, tumbuhan atau yang lainnya tanpa adanya suatu alasan yang dibenarkan oleh agama, perintah kepada manusia agar mengadakan penelitian dan pemikiran tentang keadaan alam semesta.
Dari uraian diatas telah kita ketahui bahwa muamalah mempunyai ruang lingkup yang luas, yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama, politik, ekonomi, pendidikan serta sosial-budaya. Firman Allah dalam surat an Nahl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89)…
Artinya: “ Kami turunkan kepadamu al Qur’an untuk menerangkan segala sesuatu, untuk petunjuk dan rahmat serta berita gembira bagi orang-orang islam.”(QS.An-Nahl: 89)
3. Fiqih Muamalah
Pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi dua:
1. Fiqih muamalah dalam arti luas
1) Menurut Ad-Dimyati, fiqih muamalah adalah aktifitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.
2) Menurut pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan, proses penyelesaian perkara lewat pengadilan, bahkan soal distribusi harta waris.
3) Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain.
Berdasarkan pemikiran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci.
Aturan-aturan Allah ini ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial kemayarakatan. Manusia kapanpun dan dimanapun harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala aktifitas manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Dalam Islam tidak ada pemishan antara amal perbuatan dan amal akhirat, sebab sekecil apapun aktifitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah SWT agar kelak selamat di akhirat.
2. Fiqih muamalah dalam arti sempit:
1) Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.
2) Menurut Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
Jadi pengertian Fiqih muamalah dalam arti sempit lebih menekankan pada keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda).
Ciri utama fiqih muamalah adalah adanya kepentingan keuntungan material dalam proses akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqh ibadah yang dilakukan semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa ada tendensi kepentingan material.
Tujuannya adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan hidup mereka.
2.2 KAIDAH FIQIH DALAM TRANSAKSI EKONOMI (MUAMALAH)
Hukum awal secara prinsip dari seluruh transaksi muamalah, bermacam-macam jenis perdagangan dan sumber penghasilan adalah halal dan boleh, dan tidak ada boleh yang melarangnya kecuali yang telah diharamkan oleh Allah dan rasulnya (Bassam, 2009:700). Berikut dalil dari jual beli (Al-Albani et al, 2010:371) :
1) Dalil Al Quran :
: … “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al-Baqarah:275).
: …”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli… ( Al Baqarah : 282)
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa’:29)
2) Dalil dari As Sunnah
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Penjual dan pembeli, masing-masing mempunyai hak pilih (untuk mengesahkan transaksi atau membatalkannya) atas pihak lain selama belum berpisah, kecuali jual beli khiyar (kesepakatan memperpanjang masa hak pilih sampai setelah berpisah). (Shahih Muslim No.2821)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Janganlah seorang muslim menawar atas penawaran saudaranya. (Shahih Muslim No.2788)
Hadis riwayat Hakim bin Hizam ra.:
• Dari Nabi saw. beliau bersabda: Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau menerangkan (keadaan barang), mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Dan jika mereka bohong dan menutupi (cacat barang), akan dihapuskan keberkahan jual beli mereka. (Shahih Muslim No.2825)
• Demikian dalil dasar mengenai jual beli, dan masih banyak lagi dalil yang membolehkan jual beli, termasuk perusahaan MLM. Namun demikian nilai jual beli ini juga harus memenuhi unsur syariah yaitu bebas dari unsur-unsur haram di antaranya (Utomo, 2009) :
• Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375.
• Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli gharar”. (HR. Muslim 1513)
• Tadlis/Ghisy (Penipuan); Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Daud 3435, Ibnu Majah 2224)
• Perjudian (Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait dengan Produktivitas Riil); Firman Allah Taala: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah perbuatan itu agar kamu beruntung.” (Al-Maidah: 90)
• Zhulm (Kezhaliman dan Eksploitatif). Firman Allah surat An-Nisa:29 :
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqih muamalah. Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada Hadist Rasulullah yang berbunyi: “antum a’alamu bi ‘umurid dunyakum” (kamu lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Llah fil ‘ardlh (wakil Allah di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor:
1) Haram zatnya
Di dalam Fiqih Muamalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu melakukan transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih: “ma haruma fi’luhu haruma tholabuhu” (setiap apa yang diharamkan atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya). Kaidah ini juga memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan dengan cara yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram tersebut menjadi halal.
2) Haram selain zatnya
Beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yang disebabkan oleh cara bertransaksi-nya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis (penipuan), ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), taghrir (ketidakpastian), dan riba (tambahan).
3) Tidak sah
Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang dalam Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari pelaku, objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang saling berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua. Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus digunakan.maka transaksi ini dianggap tidak sah.
2.3 RUANG LINGKUP FIQIH MUAMALAH
Ruang lingkup fiqih muamalah terbagi menjadi dua:
1. Al-Muamalah Al-Adabiyah. Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2. Al-Muamalah Al-Madiyah
a) Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)
Jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
b) Ijarah / Sewa/ Upah
Ijarah adalah menukar dengan ada imbalannya/ sewa-menyewa dan upah-mengupah.
c) Jualah/ Janji Hadiah
Jualah adalah hadiah yang diberikan kepada seseorang karena mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
d) Wadiah
Wadiah adalah memebrikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya secara terang-tearangan .
e) Riba
Riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
f) Syirkah
Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
g) Mudharabah
Mudharabah adalah akad antara pemilik modal atau harta dengan pengelola modal tersebut dengan syarat bahwa keuntungan di peroleh dua belah pihak sesuai jalan kesepakatan (bagi hasil).
h) Muzara’ah
Muzara’ah adalah pemilik tanahnya kepada orang lain untuk dikelola, modal dikeluarkan oleh pemilik tanah.
i) Musaqah
Musaqah adalah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya.
2.4 DALIL YANG MELANDASI FIQIH MUAMALAH
Harta
Harta artinya condong, cenderung. Menurut istilah harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan.
Artinya : “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia (Al-Kahfi:46)
Artinya : “terkutuklah orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuk pula orang yangmenjadi hamba dirham (riwayat At-Tirmizi)
Akad
Mengikat ( ) sambungan ( ) janji ( )
Menurut istilah, akad adalah terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu yangmenunjukkan adanya serah terima disertai kekuatan hukum.
Artinya :`”wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji (Al-Maidah:1)
Rasulullah bersabda : dua orang yang jual beli, masing-masing dari keduanya bolehmelakukan khiyar atas lainnya selama keduanya belum berpisah kecuali jual beli khiyar (HR Bukhari dan Muslim)
Jual beli
Yaitu menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
“mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi (Fathir : 29)
Rasulullah bersabda : sesungguhnya jual beli hanya sah dengan saling merelakan (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
Ijarah
Menukar sesuatu dengan ada imbalannya/ sewa-menyewa dan upah-mengupah.
“jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka (At-Talaq:6)
“berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering (HR Ibnu Majah)
Jualah/ janji hadiah
Jaualah adalah hadiah yang diberikan kepada seseorang karena mengerjakan suatu pekerjaan tertentu
“barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya(Al-Zalzalah:23)
“janganlah menghina seorang tetangga jika ia memberi hadiah walaupun hanya kuku kambing (HR Bukhari Muslim dan Tirmizi)
Waidah
Waidah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya secara terang-terangan.
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat(titipan) kepada yang berhak menerimanya(An-Nisa:58)
“tunaikanlah amanah kepada orang yang mengamanahkan kepadamu dan janganlah kamu khianati orang yang menghianatimu(HR Dawud dan Tirmizi)
Riba
Bertambah ( ) berkembang, berbunga( )
Artinya meminta tanbahan dari sesuatu yang dihutangkan.
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba( Al-Baqarah:275)
“tidak ada riba kecuali pada pinjaman (nasiah) (HR Bukhari)
Syirkah
Yaitu kerjasama Antara dua orang atau lebih dalam berusaha. Yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
“dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuiat dosa dan permusuhan (Al-Maidah:2)
“dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah pernah bersabda Allah telah berfirman “aku menemani dua orang yang bermitrausaha selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Bila salah seorang berkhianat maka aku akan keluar dari kemitrausahaan mereka.
Mudharabah
Mudharabah adalah akad Antara pemilik modal atau harta dengan pengelola modal tersebut dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan (bagi hasil)
“dan orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah(Al-Muzzamil:20)
“perkara yang mengandung berkah adalah jualbeli yang ditangguhkan melakukan qiradh(memberi modal kepada orang lain) dan mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga bukan untuk diperjualbelikan.”
Muzara’ah
Pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola, modal dikeluarkan oleh pemilik tanah.
“maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam, kamukah yang menumbuhkan atau (Al-waqiah:63-64)
Musaqah
Musaqah adalah akad Antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya.
“dari Ibnu Umar r.a : sesungguhnya Rasulullah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh dari hasil (lahan) yang diperoleh berupa buah-buahan atau tanaman (HR Muslim)
2.5 CONTOH PERMASALAHAN DALAM FIQIH MUAMALAH
1. Hukum Dasar dari sistem MLM
Suatu perusahaan pada dasarnya didirikan bertujuan untuk mendapat keuntungan setinggi-tingginya dengan sejumlah modal tertentu yang diinvestasikan. Keuntungan ini haruslah didapat dengan cara yang halal, tidak beroperasi dengan cara riba, tidak ada indikasi gharar (penipuan), dan lain-lain. Pada perusahaan MLM sistem pemasaran yang dilakukan adalah dengan sistem berjenjang yang melibatkan anggota-anggotanya, sehingga jalur distribusi diperpendek. Dengan jalur distribusi diperpendek, maka diharapkan sebagian keuntungan dari produk / jasa dapat masuk ke anggotanya. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam urusan transaksi, selama MLM itu bersih dari unsur terlarang seperti riba, gharar, dharar dan jahalah. MLM sendiri masuk dalam bab Muamalat, yang pada dasarnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah Qowaid fiqh yaitu Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah (Syarwat, 2009). Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam. Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Oleh karena itu menurut penulis, seseorang tidak bisa langsung menuduh bahwa perusahaan MLM itu halal atau haram, sebelum diperiksa hati-hati dengan pendekatan analisis syariah.
Ada prinsipnya semua usaha bisnis, termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syari’ah Islam termasuk kategori muamalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (penjualan). Al Buyu’ adalah dalam bentuk jamak dari al-ba’i yang merupakan kata dasar penjualan, sedangkan menjual (pria) adalah yabii’ (Munawwir dan Muhammad, 2007:368). Selanjutnya Bassam (2010:699), mendefinisikan al-ba’i dalam terminology bahasa adalah mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu. Mereka telah mengambil sesuatu dari penjual yang mengukurkan tangannya baik dengan tujuan untuk akad atau menyerahkan sesuatu yang telah disepakati harga dan barangnya. Lafazh al Ba’i juga digunakan pada pembelian dan ini merupakan lawan kata, begitu pula dengan syira (pembelian) juga termasuk lawan kata. Definisi secara istilah adalah pertukaran harta dengan harta dengan maksud untuk memiliki yang ditunjukkan melalui sighat berupa ucapan dan perbuatan.
Beberapa dekade belakangan ini, gerakan perusahaan pemasaran berjenjang atau dikenal dengan Multi Level Marketing (MLM) semakin berkembang pesat di tanah air. Perusahaan MLM adalah perusahaan yang menerapkan sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang berjenjang, yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Konsep perusahaan ini adalah penyaluran barang (produk dan jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh manfaat dan keuntungan di dalam garis kemitraannya. Dalam istilah MLM, anggota dapat pula disebut sebagai distributor atau mitra niaga. Jika mitraniaga mengajak orang lain untuk menjadi anggota pula sehingga jaringan pelanggan/pasar semakin besar/luas, itu artinya mitraniaga telah berjasa mengangkat omset perusahaan. Atas dasar itulah kemudian perusahaan berterimakasih dengan bentuk memberi sebagian keuntungannya kepada mitraniaga yang berjasa dalam bentuk insentif berupa bonus, baik bonus bulanan, tahunan ataupun bonus-bonus lainnya.
Konsep MLM pertama dicetuskan oleh NUTRILITE sebuah perusahaan AS pada tahun 1939. Saat ini MLM di seluruh dunia telah mencapai jumlah sekitar 10.000 an, di Indonesia jumlah MLM yang ada mencapai jumlah 1500an. Menurut data di internet, menunjukkan bahwa setiap hari muncul 10 orang millioner/ jutawan baru karena mereka sukses menjalankan bisnis MLM. Data menunjukkan bahwa sekitar 50% penduduk di Amerika Serikat kaya karena mereka sukses dari bisnis MLM, begitu pula di Malaysia. Kini jumlah MLM di Malaysia telah mencapai sekitar 2000-an dengan jumlah penduduk 20 jutaan. Tahun-tahun berikutnya diduga akan makin banyak perusahaan MLM dari Malaysia dan Negara lain akan masuk ke Indonesia. Perusahaan MLM syariah adalah perusahaan yang menerapkan sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang berjenjang, dengan menggunakan konsep syariah, baik dari sistemnya maupun produk yang dijual. Pada dasarnya MLM syariah merupakan konsep jual beli yang berkembang dengan berbagai macam variasinya. Perkembangan jual beli dan variasinya ini tentu saja menuntut kehati-hatian agar tidak bersentuhan dengan hal-hal yang diharamkan oleh syariah, misalnya riba dan gharar, baik pada produknya atau pada sistemnya. Menurut Syafei (2008:73) jual beli dalam bahasa Arab adalah ba’i yang secara etimologi berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut istilah ba’i berarti pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus yang diperbolehkan. Landasannya adalah terdapat pada surat Al Baqarah ayat 275, Al Baqarah ayat 282 dan An Nisa ayat 29. Pada Al Baqarah ayat 275 Allah berfirman :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Kemudian pada surat Al Baqarah ayat 282 Allah berfirman : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”. Allah SWT juga memerintahkan manusia agar mengembara di muka bumi mencari karunia (nafkah) setelah melakukan ibadah shalat. Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumuah ayat 10 :
“Apabila telah kamu ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Pada as Sunnah Rasululah SAW pernah ditanya mengenai mata pencaharian yang paling baik. Rasul menjawab :” Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” (HR Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifaah ibnu Rafi’).
Kelahiran MLM Syari’ah dilatar belakangi oleh kepedulian akan kondisi perekonomian umat Islam Indonesia yang masih terpuruk. Umat Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini, harus menggunakan kekuatan jaringan, agar pemberdayaan potensi bisnis umat Islam Indonesia, bisa diwujudkan. Pemberdayaan ekonomi kaum Muslimin, adalah pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang harus dilakukan, sebab sebagian besar rakyat Indonesia adalah umat Islam.
Dalam MLM Syari’ah, kegiatan bisnisnya adalah penjualan atau pemasaran produk-produk Muslim yang halalan thayyiban yang dibidani oleh figur ulama dari MUI dan ICMI. Gerakan ini juga mendapat dukungan kuat dari pakar ekonomi Islam dan perguruan tinggi Islam yang mengembangkan kajian ekonomi syari’ah di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, MLM konvensional yang berkembang pesat saat ini, dimodifikasi dan disesuaikan dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan syubhat dihilangkan dan diganti dengan nilai-nilai ekonomi syari’ah yang berlandaskan tauhid, akhlak, hukum muamalah. Visi dan misi MLM bisa juga berbeda total dengan MLM syari’ah. MLM Syari’ah juga sangat berbeda dengan MLM konvensional yang pernah ada dan berkembang di Indonesia saat ini. Perbedaan itu terlihat dalam banyak hal, seperti perbedaan motivasi dan niat, visi, misi, prinsip, orientasi, komoditi, sistem pengelolaan, pengawasan dan sebagainya.
Motivasi dan niat dalam menjalankan MLM Syari’ah setidaknya ada empat macam. Pertama, kashbul halal wa intifa’uhu (usaha halal dan menggunakan barang-barang yang halal). Kedua, bermu’amalah secara syari’ah Islam. Ketiga, mengangkat derajat ekonomi umat. Keempat, mengutamakan produk dalam negeri.
2. Inovasi Transaksi Modern
Di era teknologi dan informasi semua transaksi berbasis online. Konsekuensinya perdagangan menadi digital yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan tempat. Suatu negara dapat dengan mudah dan cepat menakses negara lain secara online. Pola perdagangan inilah yang melahir bisnis berbasis keuangan dan berbagai macam model transaksi. Beberapa model transaksi modern yang direspons oleh fiqih muamalah dapat dibagi kepada tiga model besar, yaitu perbankan, asuransi, dan pasar modal. Ketiga model ini telah terwadahi dalam lembaga keuangan syariah.
a) Transasksi Perbankan
Fungsi Bank secara garis besar adalah sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Konsep teoritis mengenai Bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Berkenaan dengan ini dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari penulis antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962)
Batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Namun berkenaan dengan perkembangan dengan kemajuan dan mobilitas masyarakat, akad-akad ini mengalami evolusi dan inovasi sesuai dengan kemajuan masyarakat. Seperti kasus kartu kredit (bithaqah al I’timan) menggunakan akad ijarah, kafalah dan qardl. Transaksi ini tidak hanya menggunakan satu akad tetapi dengan cara menggabungkan berbagai akad dalam satu pelaksanaan transaksi. Sebab, para pihak tidak dapat memanfaat transaksi itu jika tidak menggabungkan beberapa akad (muta’adidah/multi akad).
ini menggunakan akad kafalah dan ijarah atau akad al-qardh dan ijarah. Akad kafalah digunakan dalam hal ini di mana penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant, dan/atau pencairan tunai dari selain bank atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank penerbit kartu, sedangkan akad al-qardh digunakan pada saat melakukan penarikan tunai dari bank atau ATM. Adapun fee yang dikenakan kepada pemegang kartu kredit atas jasa sistem pembayaran dan layanan terhadap pemegang kartu adalah menggunakan akad ijarah.
Prinsip akad kafalah bertujuan untuk kebaikan (tabarru‘) semata-mata dengan mengaharap ridha Allah SWT. Orang yang menjamin (dhamin) pembayaran hutang orang lain akan dapat memohon ganti rugi uang yang dibayarkan, namun akan lebih baik jika penjamin tidak meminta ganti uang yang dibayar karena jaminan itu adalah tanggungan orang yang dijamin, di mana penjamin bermaksud menolong dan semata-mata berbuat baik. Akad kafalah yang meminta ganti terhadap harta yang dibayarkan disebut sebagai akad tabarru‘ pada saat akad dan disebut juga dengan nama akad tukar menukar ketika selesai akad. Akad kafalah yang membebankan pembiayaan kepada pihak yang ditanggung (al-madmun ‘anh) merupakan pengalihan dari prinsip akad ijarah yang berdasarkan tabarru‘ menjadi akad kafalah yang didasarkan kepada ijarah. Dalam akad kafalah beban biayanya itu hanya terjadi dalam keadaan yang kurang stabil dan sangat diperlukan atau mendesak.
b) Transaksi Asuransi
Ada berbagai cara bagaimana manusia menangani risiko terjadinya musibah. Cara pertama adalah dengan menanggungnya sendiri (risk retention), yang kedua, mengalihkan risiko ke pihak lain (risk transfer), dan yang ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk sharing). Cara yang ketiga inilah filosofi dan dasar dalam asuransi syariah. Jadi, Risk sharing inilah sesungguhnya esensi asuransi dalam Islam, di mana di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip kerjasama, proteksi dan saling bertanggungjawab (cooperation, protection, mutual responsibility).
Masyarakat tradisional menghadapinya secara pribadi dan tidak terencana. Kemudian di era modern menghadapi risiko dilakukan secara terencana, terorganisir dan terlembaga. Pada dasarnya Asuransi adalah semangat bergotong royong (takaful) dalam menghadap risiko secara kolektif, terencana dan termanaje.
Menurut sejarah, perkembangan asuransi baru muncul pada abad 13-14 di Itallia, disaat terdapat sebagian orang yang siap menanggung risiko-risiko di laut yang kerap menimpa perahu layar atau penumpangnya dengan imbalan uang tertentu. Lalu setelah tiga abad, munculah asuransi darat. Awalnya dalam bentuk asuransi kebakaran, yaitu selepas terjadinya kebakaran yang cukup besar di London pada tahun 1666 M yang melalap lebih dari 13000 rumah. Kemudian pada abad kedelapan belas sampai pertengahan abad kesembilan belas seiring dengan revolusi industri dan meningkatnya resiko tenaga kerja serta banyaknya alat industri muncul bentuk asuransi lainnya, seperti asuransi seseorang yang mengasuransikan dirinya dari sebuah bahaya yang mungkin menimpa hartanya, seperti juga mengasuransikan mobilnya dari kecelakaan, kematian atau yang lain sebagainya.
Sedangkan secara legalitas keislaman, sistem asuransi syariah baru diakui dan diadopsi oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini, Majma al-Fiqh al-Islami mengadopsi dan mengesahkan takaful sebagai sistem asuransi yang sesuai dengan syariah. Meskipun sebenarnya, ulama yang pertama membahas tentang asuransi adalah Ibnu Abidin (1784–1836 M./1252 H.). Ibnu Abidin adalah seorang ulama bermazhab Hanafi, yang mengawali untuk membahas asuransi dalam karyanya yang popular, yaitu Hasyiyah Ibn Abidin, Bab Jihad, Fashl Isti’man Al-Kafir dan kitab Raddu al Muhtar ’Ala al Dar al Mukhtar.
Sebenarnya perbedaan utama antara asuransi syariah dan konvensional terletak pada tujuan dan landasan operasional. Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling menolong (ta’awuni) sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya penggantian (tabaduli). Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
Dalam Asuranasi Islam menggunakan akad wakalah dan tabarru’ atau mudlarabah dan ta’awun. Implementasi akad takafuli dan tabarru‘ dalam sistem asuransi syariah diadakan dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan (saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana anggota dan satunya lagi rekening tabarru‘. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru‘. Keberadaan rekening tabarru‘ menjadi sangat penting untuk menjawab pertanyaan ketidakjelasan asuransi dari sudut tuntutan pembayaran.
Adapun asuransi akad tijari adalah model mudharabah dan ta’awun. Secara teknisnya, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama menyediakan 100 persen modal sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Di sini terjadi pembagian untung rugi antara (shahib al-mal) dan pihak pengelola/perusahaan asuransi (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagikan menurut kesepakatan yang dicatat dalam kontrak, sedangkan apabila terjadi kerugian, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian pengelola.
Dalam model mudharabah, seluruh peserta bertanggung jawab terhadap musibah yang dialami peserta lain termasuk untuk membayar beban-beban asuransi lain (biaya reasuransi, medical expenses, legal fee, dan lainnya). Sedangkan pengelola (operator) hanya bertanggung jawab terhadap semua pengeluaran yang terkait dengan operasional dan hasil investasi sesuai dengan kapasitasnya dalam akad mudharabah. Berbeda dengan akad mudharabah adalah akad wakalah, takaful yang berfungsi sebagai wakil peserta di mana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.
Hukum ssuransi mengetengahkan pendapat hukum muamalah yang dapat diterima oleh semua pihak dalam hal yang menjadi perbedaan masyarakat (ibda‘ al-qawl al-tsalits fi al-masa’il al-khilafiyyah). Yaitu tetap mengikut salah satu imam madzhab fiqih meskipun tidak secara keseluruhan diterapkan. Yaitu kafalah atau mudlarabah di satu sisi dan akad tabarru’ untuk saling memberi. Hal ini ditetapkan karena asuransi sudah menjadi urf dan maslahah bagi masyarakat.
c) Transaksi Pasar Modal
Pasar modal adalah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang memerlukan modal (issuer) untuk mengembangkan investasi. Pasar modal sama seperti pasar biasa pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan objek yang diperjualbelikan adalah hak kepemilikan perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan.
Di Indonesia, Langkah awal perkembangan pasar modal Islam (pasar modal syariah) dimulai dengan membentuk reksadana (mutual fund) syariah, Jakarta Islamic Index (JII) serta Obligasi Syariah (Islamic Bond) yang efektif mulai 30 Oktober 2002. Sedangkan Pasar Modal Syariah sendiri mulai diresmikan pada 14 Maret 2003. Dalam kandungan isinya, pasar modal syariah sama dengan pasar modal konvensional, namun ada beberapa peraturan-peraturan syariah yang harus dipatuhi.
Pasar modal merupakan tonggak penting dalam dunia ekonomi pada saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi ini sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Pasar modal memiliki peran yang besar dalam sistem ekonomi sebuah negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi secara bersama, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasarnya menyediakan kemudahan yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh upah (return) bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Pelaksanaan transaksi saham harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharar, riba dan maysir. Transaksi-transaksi seperti ini meliputi: Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu; Bay‘ al-ma‘dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (saham) yang belum dimiliki (short selling); Insider Trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan terhadap transaksi yang dilarang; Menimbulkan informasi yang menyesatkan; Margin Trading, yaitu melakukan transaksi atas saham syariah dengan fasilitas pinjaman yang berasaskan bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian saham syariah tersebut; Ihtikar (menimbun), yaitu melakukan pembelian atau dan penghimpunan suatu saham Syariah untuk mempengaruhi perubahan harga saham syariah, dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
Sebuah transaksi yang mengandung unsur gharar timbul disebabkan oleh dua sebab utama. Pertama, kurangnya informasi atau pengetahuan (jahala, ignorance) pihak yang melakukan kontrak. Jahala ini menyebabkan tidak dimilikinya control atau skill pada pihak yang melakukan transaksi. Kedua, karena tidak adanya objek. Ada pula yang membolehkan transaksi dengan objek yang secara faktual belum ada, dengan syarat pihak yang melakukan transaksi memiliki kontrol untuk hampir boleh memastikannya di masa depan.
Pada dasarnya gharar adalah bentuk transaksi yang mengandung cacat atau bahkan dapat mengakibatkan kerugian. Mungkin termasuk di dalamnya adalah setiap transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian dan spekulasi. Namun ketidakpastian dan spekulasi bukan merupakan alasan utama mengapa suatu transaksi tidak sah disebabkan oleh gharar. Spekulasi yang dilarang dalam hukum Islam adalah transaksi yang menodai hak salah satu pihak atau para pihak yang melakukan transasksi
Secara umum, mekanisme pasar (bursa efek/stock exchange) yang sepatutnya menurut syariah meliputi beberapa aspek, yaitu: Kelayakan penawaran (penawaran yang sesuai), kelayakan permintaan dan kelayakan kekuatan pasar.
Dalam hal kelayakan penawaran, prinsip syariah melarang suatu pihak untuk menjual barang (saham) yang belum dimiliki dan juga melarang gangguan pada penawaran (mengganggu jumlah efek yang beredar). Sebagai contohnya adalah dengan melakukan penimbunan barang juga praktek membeli hasil pertanian sebelum petani tersebut sampai ke pasar. Dalam hal kelayakan permintaan, prinsip syariah melarang suatu pihak membeli atau mengajukan permintaan untuk membeli tanpa memiliki kebutuhan dan daya beli (permintaan palsu). Sedangkan dalam hal kekuatan pasar, prinsip syariah menginginkan kegiatan pasar yang layak (yang sesuai), termasuk dalam hal likuiditas perdagangan, sehingga harga yang terbentuk dalam transaksi di bursa efek (stock exchange) merefleksikan kekuatan tawar menawar pasar yang sebenarnya
Selain proses pasar, juga diperhatikan modal yang diperdagangkan. Para ahli fiqih kontemporer bersepakat bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, babi dan apa saja yang berkaitan dengan babi; jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi; industri hiburan yang haram, seperti kasino, perjudian, pelacuran, media porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual-beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun ibadah sama dengan arti syari’ah islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Muamalah ialah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya,tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dll. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.
Berdasarkan pemikiran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci.
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqih muamalah. Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Ruang lingkup fiqih muamalah terbagi menjadi dua yaitu Al-Muamalah Al-Adabiyah dan Al-Muamalah Al-Madiyah.
Contoh permasalahan dalam fiqih muamalah adalah system MLM, transaksi perbankan, transaksi asuransi, transaksi pasar modal, dan sebagainya.