Minggu, 22 Januari 2017

Ajaran Praktis TASAWUF (Tata Cara Kehidupan TAWAWUF)


Ajaran Praktis Tasawuf


A.    Pergaulan

    Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa Arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara mensucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[butuh rujukan].

Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia. Sufisme merupakan sebuah konsep dalam Islam, yang didefinisikan oleh para ahli sebagai bagian batin, dimensi mistis Islam; yang lain berpendapat bahwa sufisme adalah filosofi perennial yang eksis sebelum kehadiran agama, ekspresi yang berkembang bersama agama Islam.
   
Akhlak mulia dalam pergaulan laki-laki dan perempuan berperan penting dalam mewujudkan suatu kehidupan bermakna, damai dan bermartabat. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan agama.
  
 Sering kali terdengar bila bicara soal akhlak laki-laki dan perempuan yang kerap terdengar adalah segala penyimpangannya, tetapi ada juga akhlak yang sangat kontras yaitu mereka yang menjaga akhlaknya. Mereka menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu, bahkan banyak juga yang masih remaja sudah hapal Al-Qur’an.
   
Akhlak yang baik adalah fondasi agama dan merupakan hasil dari usaha orang-orang bertakwa. Dengan akhlak yang baik, pelakunya akan terangkat ke derajat yang tertinggi. Tidak ada amalan yang lebih berat dalam timbangan seorang muslim dihari kiamat nanti dari pada akhlak yang baik.
  
 Pengarahan yang tepat ialah dengan mengikuti contoh konkret lewat keteladanan Rasulullah saw. Dengan dukungan orang tua dan pendidikan formal, insyaAllah akan memperkuat dasar akidah remaja sehingga dia akan siap terjun dalam pergaulan masyarakat yang lebih luas. Dia biasa menjalankan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri dan lingkunganya yang semuanya akan bermuara pada realisasi tanggung jawabnya kepada Allah swt.
   
Allah Swt menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan.Sementara itu, islam adalah agama yang sempurna, yang di dalamnya di atur seluk-beluk kehidupan manusia, termasuk di antaranya adalah bagaimana pergaulan laki-laki dan perempuan. Dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, islam telah menetapkan adab dan etika cara bergaul. Adap pergaulan laki-laki dan perempuan memang di butuhkan oleh setiap manusia demi meraih ridho dan kecintaan allah Swt. Di samping itu, karena hubungan antar lawan jenis bisa menjadi perangkap setan yang berbahaya apabila batasan-batasan yang berlaku didalamna tidak dihiraukan.
   
Terutama bagi laki-laki dan perempuan yang telah beranjak dewasa, diperlukan batasan-batasan yang harus dipahami. Seorang muslim yang beriman tidak mncintai selain karna Allah Swt dan Rasul-Nya.
   
Dalam islam etika pergaulan laki-laki dan perempuan ada aturanna da nada batas-batasnya. Misalnya dalam perjalanan seorang perempuan dengan seorang laki-laki yang bukan muhrimna tidak dibolehkan, dan hukumna haram. Di sana harus diikuti oleh muhrimnya, untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini. Dan agar seorang perempuan tidak dicap namana jelek.Perempuan dianggap lebih rendah dari pada laki-laki.

Dari sini muncul doktrin ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan.Perempuan tidak cocok memegang kekuasaan ataupun memiliki kemampuan ang dimiliki laki-laki, dan dianggap tidak setara dengan laki-laki.Laki-laki harus memiliki dan mendominasi perempuan, menjadi pemimpinna, menentukan masa depanna dengan brtindak baik bagai ayah, saudara laki-laki ataupun suami.Artinya demi kepentingannyalah dia tunduk kepada jenis kelamin yang lebih unggul.Dengan dibatasi dirumah, didapur dianggap tidak mampu untuk mengambil keputusan di luar wilaahna.Akan ada malapetaka yang sangat besar, demikian dikatakan apabila ada perempuan yang menjadi penguasa.
   
Dalam kesetaraan status laki-laki dan perempuan, terbagi dalam dua hal yaitu: pertama, dalam pengertianna yang umum, ini berarti penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara.

Kedua, orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak ang setara dalam bidang social, ekonomi dan politik.Artinya keduanya harus memiliki hak yang setara dalam mengatur harta miliknya tanpa campur tangan orang lain, keduanya harus bebas memilih profesi atau cara hidup, dan keduanya harus setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan. Dalam al-Quran dinyatakan bahwa kedua jenis kelamin ini memiliki asal-usul dari satu makhluk hidup yang sama makanya memiliki hak yang sama.
   
Secara ilmu fiqhnya antara laki-laki dan perempuan juga mempunyai perbdaan.Terutama dalam hal pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan, juga dalam hal hokum sebagai saksi dalam suatu persoalan.Di mana kekuatan hukum seorang perempuan tidak bisa disamakan dengan kekuatan hukum seorang laki-laki.Artinya perbandingan seorang perempuan menjadi saksi hukum dengan laki-laki adalah, satu banding dua.Yaitu seorang laki-laki dengan dua orang perempuan. Adab pergaulan antara laki-laki perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersat di dunia sehingga mereka merugi di akhirat. Adab-adab tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30) ”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan.

3. Tidak berbicara berduaan dengan orang lain
Seorang muslim yang memahami agama memiliki perasaan dan kesadaran. Dia menghormati perasaan orang lain dan tidak melukai mereka. Oleh karenanya, dia memakai cara-cara yang baik ketika berbicara kepada mereka, dan diantara cara-cara yang baik adalah tidak berbicara berduaan ketika ada orang yang ketiga.

4. Tidak menyentuh lawan jenis
    Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari) Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

B. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis

   
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
   
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.
   
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
   
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu (syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
   
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
  
 Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran, agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:

Artinya: ‘‘jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32) Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar.

Hendaklah pikiran dan perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga” dan dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan Tirmidzi:

إِذَا أَحَبَّ اَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْ (رواه ابوداود والترميدى)
Artinya:

“Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah, bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda

Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabi-nabi, bukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat bertanya: “Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab: “itulah orang yang saling mencintai (menyayangi), tidak karena harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan” (HR. Abu Daud).
Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:

اَلاَ اِنَّ اَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ
Artinya:

“Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa bersedih ‘. (Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan Muhammad Al-Ghazali) Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّاسَوَاهُهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ فِى اللهِ وَيَبْغَضَ فِى الله وَاَنْ تُوْقَدُ نَارٌ عَظِيْمَةٌ فَيَقَعُ فِيْهَا اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُسْرِكَ بِااللهِ سَيِّئًا (رواه مسلم)
Artinya:

“Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”. (HR. Muslim).
Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini, Rasulullah saw pernah bersabda:

إِذَادَعَا الرَّجُلُ لاَِخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ اْلمَلَكُ: وَلَكَ مِثْلُ ذَالِكَ (رواه مسلم)
Artinya:

“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. (HR. Muslim)

• Takaful (saling bertanggung jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:

اَلْمُؤْمِنُ بَيْنَ اْلمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضَهُ بَعْضًا (رواه البخاري)
Artinya:

“Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)

• TASAMUH (Saling Toleransi)
Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul lainnya.

C. Menjauhi perbuatan zina


Pergaulan antara laki-laki dengan perempuan di perbolehkan sampai pada batas tidak membuka peluang terjadinya perbuatan dosa dan maksiat. Islam adalah agama yang menjaga kesucian, pergaulan di dalam islam adalah pergaulan yang dilandasi oleh nilai-nilai kesucian. Dalam pergaulan dengan lawan jenis harus dijaga jarak sehingga tidak ada kesempatan terjadinya kejahatan seksual yang pada gilirannya akan merusak bagi pelaku maupun bagi masyarakat umum. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam Surat Al-Isra’ ayat 32:

“Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”

Dalam rangka menjaga kesucian pergaulan remaja agar terhindar dari perbuatan zina, islam telah membuat batasan-batasan sebagai berikut :

1. Laki-laki tidak boleh berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Jika laki-laki dan perempuan di tempat sepi maka yang ketiga adalah syetan, mula-mula saling berpandangan, lalu berpegangan, dan akhirnya menjurus pada perzinaan, itu semua adalah bujuk rayu syetan.

2. Laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan secara fisik. Saling bersentuhan yang dilarang dalam islam adalah sentuhan yang disengaja dan disertai nafsu birahi. Tetapi bersentuhan yang tidak disengaja tanpa disertai nafsu birahi tidaklah dilarang.

D. Tata Cara Pergaulan Remaja


Semua agama dan tradisi telah mengatur tata cara pergaulan remaja. Ajaran islam sebagai pedoman hidup umatnya, juga telah mengatur tata cara pergaulan remaja yang dilandasi nilai-nilai agama. Tata cara itu meliputi :

a. Mengucapkan Salam
Ucapan salam ketika bertemu dengan teman atau orang lain sesama muslim, ucapan salam adalah do’a. Berarti dengan ucapan salam kita telah mendoakan teman tersebut.

b. Meminta Izin
Meminta izin di sini dalam artian kita tidak boleh meremehkan hak-hak atau milik teman apabila kita hendak menggunakan barang milik teman maka kita harus meminta izin terlebih dahulu

c. Menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
Remaja sebagai orang yang lebih muda sebaiknya menghormati yang lebih tua dan mengambil pelajaran dari hidup mereka. Selain itu, remaja juga harus menyayangi kepada adik yang lebih muda darinya, dan yang paling penting adalah memberikan tuntunan dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang benar dan penuh kasih sayang.

d. Bersikap santun dan tidak sombong
Dalam bergaul, penekanan perilaku yang baik sangat ditekankan agar teman bisa merasa nyaman berteman dengan kita. Kemudian sikap dasar remaja yang biasanya ingin terlihat lebih dari temannya sungguh tidak diterapkan dalam islam bahkan sombong merupakan sifat tercela yang dibenci Allah.

e. Berbicara dengan perkataan yang sopan
Islam mengajarkan bahwa bila kita berkata, utamakanlah perkataan yang bermanfaat, dengan suara yang lembut, dengan gaya yang wajar .

f. Tidak boleh saling menghina
Menghina / mengumpat hukumnya dilarang dalam islam sehingga dalam pergaulan sebaiknya hindari saling menghina di antara teman.

g. Tidak boleh saling membenci dan iri hati
Rasa iri akan berdampak dapat berkembang menjadi kebencian yang pada akhirnya mengakibatkan putusnya hubungan baik di antara teman. Iri hati merupakan penyakit hati yang membuat hati kita dapat merasakan ketenangan serta merupakan sifat tercela baik di hadapan Allah dan manusia.

h. Mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat
Masa remaja sebaiknya dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat remaja harus membagi waktunya efisien mungkin, dengan cara membagi waktu menjadi 3 bagian yaitu : sepertiga untuk beribadah kepada Allah, sepertiga untuk dirinya dan sepertiga lagi untuk orang lain.

i. Mengajak untuk berbuat kebaikan
Orang yang memberi petunjuk kepada teman ke jalan yang benar akan mendapatkan pahala seperti teman yang melakukan kebaikan itu, dan ajakan untuk berbuat kebajikan merupakan suatu bentuk kasih sayang terhadap teman.

E. Tata CaraPergaulan Lawan Jenis Berdasarkan Repotase Hadist


1. Haram Duduk Berdua (Berkhilwat) Dengan Perempuan Bukan Muhram.


Uqbah Ibn Amir ra. Menerangkan: “Bahwsannya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: Ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah kematian (kebinasaan).”(al bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;69-70) Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini memeberi pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duaan saja dalam sebuah bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya.

Ahli hadis tidak ada yang mengetahui nama orang anshar yang bertanya kepada Rasul tentang hukum kerabat-kerabat si suami yang selain dari ayah dan anaknya, masuk ke tempat istri si suami itu. Diterangkan oleh An Nawawy, bahwa yang dimaksud dengan Hamwu disini, ialah kerabat-kerabat si suami seperti saudaranya, anak saudaranya dan kerabat-kerabat lain yang boleh mengawini istrinya bila ia di ceraikan atau meninggal. Yang tidak masuk ke dalam kerabat disini ialah ayah dan anak si suami karena mereka di anggap mahram.

Nabi menerangkan bahwa kerabat-kerabat si suami menjumpai si istri itu sama dengan menjumpai kematian, karena menyendiri dalam kamar memudahkan timbul nafsu jahat yang membawa pada kemurkaan Allah dan membawa kepada kebinasaan, atau menyebabkan si suami menceraikan istrinya jika sang suami pencemburu. Jelasnya, takut kepada mudah timbul kejahatan dari kerabat-kerabat itu adalah lebih mudah daripada yang dilakukan oleh yang bukan kerabat. Karena kerabat itu lebih leluasa masuk kedalam bilik-bilik si perempuan dengan tidak menimbulkan prasangka tang tidak-tidak. Mengingat hal ini perlu dihindari masuk ke dalam bilik orang lain.

Dikarenakan jika kita berada dalam satu bilik dengan seorang perempuan yang bukan mahram. Dikhawatirkan kita akan terjebak untuk mengikuti hawa nafsu. Apabila seorang bergerak mengikutinya meskipun hanya selangkah.Ia akan terpaksa untuk mengikuti langkah itu dengan langkah berikutnya.
Dalam Al-Kafi, Imam As shidiq a.s diriwyatkan berkata: “waspadalah hawa nafsumu sebagaimana engkau mewaspadai musuhmu. Sebab tidak ada musuh yang lebih berbahaya bagi manusia selain kaetundukan pada hawa nafsu dan perkataan lidahnya.”

2. Haram melihat perempuan yang Bukan Mahram

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “telah ditentukan bagi anak adam (manusia) bagian zinanya. Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara. Zina tangan adalah memukul, zina kaki adalah berjalan serta zina hati adalah bernafsu dan berangan-angan, yang semuanya dibuktikan atau tidk dibuktikan oleh kemaluan.(HR. Bukhari Muslim)

Dalam Hadits tersebut mengandung arti bahwa hadits Imam Bukhari termasuk zina anggota tubuh , tetapi semuanya tidak hanya dilakukan lewat kemaluan saja melainkan lewat anggota tubuh lainnya. Misalnya pandangan mata karena awal mula timbulnya hasrat dari pandangan mata yang tidak terkontrol atau tidak dijaga terhadap hal-hal yang memancing nafsu birahi , kemudian lisannya bicara yang tidak baik misalnya menggunjing orang lain, berdusta dan berbicara yang tidak menjurus perbuatan yang menimbulkan hasrat dengan lawan jenis.

3. Wanita boleh keluar rumah untuk memenuhi hajatnya 

Aisah r.a. berkata: pada suatu hari saudah binti Zam’ah r.a. keluar dari rumah untuk suatu keperluan dan ia wanita yang gemuk besar, hampir semua orang mengenalnya, maka dilihat oleh Umar bin Al Khattab dan menegurnya: “ya Saudah, demi Allah engkau tidak samar terhadap kami, karena itu hendaknya engkau perhatikan ketika keluar rumah: Saudah mendengar teguran itu segeralah ia kembali, sedang Rasulullah SAW. Ketika itu sedang makan dirumahku dan ditangan Nabi SAW. Maka Saudah masuk dan berkata: ya Rasulallah, aku keluar untuk suatu hajat tiba-tiba Umar menegur begini kepadaku. Tiba-tiba turunlah wahyu sedang daging masih tetap ditangan nabi SAW. Lalu bersabda: “sungguh telah di izinkan bagi kalian keluar untuk hajatmu”. (HR. Bukhari Muslim).

Dari kutipan hadits di atas dapat diketahui bahwa pada hakekatnya wanita diperkenankan keluar rumah walaupun awalnya sahabat Umar melarang perbuatan tersebut.

4. Hadits tentang memandang wanita.

“Tidaklah seorang muslim yang memandang seorang wanita dalam pandangan pertamanya.Kemudian ia palingkan pandangannya kecuali Allah menjadikannya nilai ibadah yang akan dirasakan kemanisannya.” “Memandang wanita (bukan muhram) merupakan salah satu anak panah iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut akan Adzab Allah. Maka Allah akan menganugrahkan kepadanya iman yang dirasakan manisnya dalam hatinya.”

Islam mengajarkan kita agar selalu menjaga mata kita agar tidak melakukan zina mata.Jikalau ada satu kenikmatan, maka yang pertama itu ibadah dan selanjutnya itu perangkap syaithan.Karena itulah jauhi dalam memandang wanita secara terus-menerus, karena bisa jadi, yang pertama itu merupakan nikmat Allah dan pandangan yang kedua itu panah iblis.

5. Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram apabila keletihan di jalan.

“Azzubair mengawini aku dan ia tidak mempunyai harta di muka bumi ini.Tidak mempunyai budak dan tidak mempunyai apa-apa selain dari seekor unta yang dipergunakan untuk mengangkut air dan selain kudanya.

Aku selalu memberi memberi makan kudanya, menimba air, membetulkan timbanya dan merema tepung.Sedang aku tidak pandai membuat roti.Tetangga-tetanggaku dari golongan Anshar membuat roti untukku.Mereka adalah perempuan-perempuan yang benar dan aku mengangkut dengan kepala aku atah-antah biji kurma dari kebun Azzubair dan diberikan Rasulullah kepanya. Tanah itu jaraknya dari rimahku kira-kira 2,3 farsah (1,2 mil).

Maka pada suatu hari aku datang sedang biji anak kurma di atas kepalaku.Lalu aku menjumpai Rasulullah, bersamanya ada beberapa orang Anshar.

Maka Rasulullah memanggil aku dan berkata;ikh, ikh. Beliau menidurkan untanya untuk dapat membawaku dibelakangnya. Aku merasa malu berjalan bersama-sama orang laki-laki. Dan aku ingat tentang kecemburuan Azzubair.Dia orang yang paling cemburuan.Rasulullah menjumpai aku sedang anak kurma ada di atas kepalaku.Dan bersama-sama Nabi SAW ada beberapa sahabatnya lalu Nabi menidurkan untanya supaya aku menungganginya, tetapi aku malu kepada Nabi dan aku mengetahui kecemburuan kecemburuan anda.

Maka Azzubair berkata : demi Allah aku memikul atau membawa biji kurma adalah lebih keras teknanannya atas diriku daripada engkau menunggangi unta bersamanya. Asma’ berkata : kemudian Abu Bakar mengirim kepadaku seorang pelayan yang menggantiku dalam pemeliharaan kuda itu. Karenanya seolah-olah Abu Bakar telah memerdekakan aku.” (Al Bukhari 67:107. Muslim 39 : 14, Al lu’lu-u wal Marjan 3: 73-74)

Menurut hadits ini adalah hendaknya ada kerjasama antara suami dan istri dalam membina rumah tangga.Dan hadist ini menyatakan pula kebolehan kepada Negara memberikan tanah Negara kepada sebagian rakyatnya. Dan tanak itu tidak dapat dimiliki oleh seseorang, kalau tidak diberikan oleh kepala Negara(pemerintah).

Dan pemerintah boleh mencabut kembali dan mengalihkan hak milik tanah kepada orang itu menurut kemaslahatan.Dan pemerintah boleh juga memberi tanah itu sekedar di ambil manfaatnya saja, bukan dengan memberi hak milik atas tanah itu.Demikianlah hukunnya terhadap tanah yang dimiliki oleh Negara.Adapun tanah yang pernah diolah maka dapat dikerjakan oleh seorang tanpa izin pemerintah menurut pendapat malik, Asyafi’i dan jumhur. Menurut Abu Hanifah, harus juga dengan mendapat izin pemerintah lebih dulu. Hadits ini menyatakan kebolehan kita memboncengkan seorang perempuan yang telah kepayahan di jalan.Di samping itu menyatakan pula tentang kerendahan hati Nabi terhadap umatnya.Beliau tidak keberatan memboncengkan Asma’.

Kebolehan kita memboncengkan perempuan yang bukan mahram adalah apabila kita menjumpai di suatu tempat di jalan, sedang dia tidak sanggup berjalan lagi khususnya apabila kita bersama-sama dengan orang lain. Akan tetapi ada yang mengatakan sebagai Al Qadhi Iyadh, bahwa membonceng perempuan yang bukan muhrim adalah dari khususiyah Nabi SAW. Tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Nabi Memboncengkan Asma’ itu adalah seorang anak perempuan dari Abu Bakar, saudara dari Aisyah dan istri dari Azzubair.Maka dapat dipandang sebagai salah seorang keluarganya.Lebih-lebih lagi Rasulullah adalah orang yang sangat kuat menahan Nafsunya.”
Kumpulan Hadist tentang Pergaulan

1.    Apabila seorang datang langsung berbicara sebelum memberi salam maka janganlah dijawab. (HR. Ad-Dainuri dan Tirmidzi)

2. Lakukanlah ziarah dengan jarang-jarang agar lebih menambah kemesraan. (HR. Ibnu Hibban)

3. Laki-laki memberi salam kepada wantia dan wanita jangan memberi salam kepada laki-laki. (HR. Ad-Dainuri)

4. Apabila kamu saling berjumpa maka saling mengucap salam dan bersalam-salaman, dan bila berpisah maka berpisahlah dengan ucapan istighfar. (HR. Ath-Thahawi)

5. Sahabat Anas Ra berkata, "Kami disuruh oleh Rasulullah Saw agar jawaban kami                              tidak lebih daripada "wa'alaikum". (HR. Ad-Dainuri).

Penjelasan:
Yakni ketika orang non muslim (Yahudi, Nasrani, dan lain-lain) memberi salam kepada seorang muslim maka jawabannya tidak boleh lebih dari: "Wa'alaikum," artinya: "Dan juga bagimu". Namun jika yang mengucapkan salam tersebut orang Islam, maka kita harus membalasnya dengan ucapan yang lebih baik, atau minimal sama. Firman Allah, "Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu." (Surat 4. AN NISAA' - Ayat 86)

6. Apabila dua orang muslim saling berjumpa lalu berjabatan tangan dan mengucap "Alhamdulillah" dan beristighfar maka Allah 'Azza Wajalla mengampuni mereka. (HR. Abu Dawud)

7. Senyummu ke wajah saudaramu adalah sodaqoh. (Mashabih Assunnah)

8. Apabila berkumpul tiga orang janganlah yang dua orang berbisik-bisik (bicara rahasia) dan meninggalkan orang yang ketiga (karena hal tersebut akan menimbulkan kesedihan dan perasaan tidak enak baginya). (HR. Bukhari)

9. Apabila seorang bertamu lalu minta ijin (mengetuk pintu atau memanggil-manggil) sampai tiga kali dan tidak ditemui (tidak dibukakan pintu) maka hendaklah ia pulang. (HR. Bukhari)

10. Seorang tamu yang masuk ke rumah suatu kaum hendaklah duduk di tempat yang ditunjuk kaum itu sebab mereka lebih mengenal tempat-tempat aurat rumah mereka. (HR. Ath-Thabrani)

11. Menyendiri lebih baik daripada berkawan dengan yang buruk, dan kawan bergaul yang sholeh lebih baik daripada menyendiri. Berbincang-bincang yang baik lebih baik daripada berdiam dan berdiam adalah lebih baik daripada berbicara (ngobrol) yang buruk. (HR. Al Hakim)

12. Seseorang adalah sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati dalam memilih kawan pendamping. (HR. Ahmad)

13. Sesungguhnya Allah Ta'ala menyukai kelestarian atas keakraban kawan lama, maka peliharalah kelangsungannya. (HR. Ad-Dailami)

14. Seorang mukmin yang bergaul dan sabar terhadap gangguan orang, lebih besar pahalanya dari yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar dalam menghadapi gangguan mereka. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

15. Amal perbuatan yang paling disukai Allah sesudah yang fardhu (wajib) ialah memasukkan kesenangan ke dalam hati seorang muslim. (HR. Ath-Thabrani)

16. Barangsiapa mengintip-intip rumah suatu kaum tanpa ijin mereka maka sah bagi mereka untuk mencolok matanya. (HR. Muslim)

17. Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya dia segera
memperbaikinya. (HR. Bukhari)

18. Tiga perbuatan yang termasuk sangat baik, yaitu berzikir kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi, saling menyadarkan (menasihati) satu sama lain, dan menyantuni saudara-saudaranya (yang memerlukan). (HR. Ad-Dailami)

19. Jibril Alaihissalam yang aku cintai menyuruhku agar selalu bersikap lunak (toleran dan mengalah) terhadap orang lain. (HR. Ar-Rabii')

20. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak mengecewakannya (membiarkannya menderita) dan tidak merusaknya (kehormatan dan nama baiknya). (HR. Muslim)

21. Rasulullah Saw melarang mendatangi undangan orang-orang fasik. (HR. Ath-Thabrani)

22. Janganlah kamu duduk-duduk di tepian jalan. Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, kami memerlukan duduk-duduk untuk berbincang-bincang." Rasulullah kemudian berkata, "Kalau memang harus duduk-duduk maka berilah jalanan haknya." Mereka bertanya, "Apa haknya jalanan itu, ya Rasulullah?" Nabi Saw menjawab, "Memalingkan pandangan (bila wanita lewat), menghindari gangguan, menjawab ucapan salam (dari orang yang lewat), dan beramar ma'ruf nahi mungkar." (Mutafaq'alaih)

23. Termasuk sunnah bila kamu menghantar pulang tamu sampai ke pintu rumahmu. (HR. Al-Baihaqi)

24. Rasulullah Saw menerima pemberian hadiah dan mendoakan ganjaran atas pemberian hadiah tersebut. (HR. Bukhari)

25. Jangan menolak hadiah dan jangan memukul kaum muslimin. (HR. Ahmad)

26. Hendaknya kamu saling memberi hadiah. Sesungguhnya pemberian hadiah itu dapat melenyapkan kedengkian. (HR. Tirmidzi dan dan Ahmad)

27. Seorang pemuda yang menghormati orang tua karena memandang usianya yang lanjut maka Allah mentakdirkan baginya pada usia lanjut orang akan menghormatinya. (HR. Tirmidzi)

28. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah menghormati tamunya. Kewajiban menjamu tamu hanya satu hari satu malam. Masa bertamu adalah tiga hari dan sesudah itu termasuk sedekah. Tidak halal bagi si tamu tinggal lebih lama sehingga menyulitkan tuan rumah. (HR. Al-Baihaqi)

29. Barangsiapa menerima kebaikan (pemberian) dari kawannya (saudaranya) tanpa diminta hendaklah diterima dan jangan dikembalikan. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang disalurkan Allah untuknya. (HR. Al Hakim)

30. Barangsiapa membela (nama baik dan kehormatan) saudaranya tanpa kehadirannya maka Allah akan membelanya di dunia dan di akhirat. (HR. Al-Baihaqi)

31. Apabila kawan muslim seseorang digunjing dan dia tidak menyanggah (membelanya) padahal sebenarnya dia mampu membelanya maka Allah akan merendahkannya di dunia dan di akhirat. (HR. Al Baghowi dan Ibnu Babawih)

32. Jiwa-jiwa manusia ibarat pasukan. Bila saling mengenal menjadi rukun dan bila tidak saling mengenal timbul perselisihan. (HR. Muslim)

33. Tiada beriman seorang dari kamu sehingga dia mencintai segala sesuatu bagi saudaranya sebagaimana yang dia cintai bagi dirinya. (HR. Bukhari)

34. Hubungilah orang yang memutus hubungannya dengan kamu dan berilah (sesuatu) kepada orang yang enggan memberimu. Hindarkan dirimu dari orang yang menzalimi kamu (Artinya, jangan menghiraukan orang yang menzalimi kamu). (HR. Ahmad)

35. Belalah (tolonglah) kawanmu baik dia zalim maupun dizalimi. Apabila dia zalim, cegahlah dia dari perbuatannya dan bila dia dizalimi upayakanlah agar dia dimenangkan (dibela). (HR. Bukhari)

36. Barangsiapa tidak memperhatikan (mempedulikan) urusan kaum muslimin maka dia bukan termasuk dari mereka. (HR. Abu Dawud)

37. Jangan menunjukkan kegembiraan atas penderitaan saudaramu, niscaya Allah akan menyelamatkannya dan akan menimpakan (musibah) kepadamu. (HR. Aththusi dan Tirmidzi)

38. Apabila kamu memukul, hindarilah wajah. (HR. Mashabih Assunnah)

39. Wahai segenap manusia, sesungguhnya Robbmu satu dan bapakmu satu. Tidak ada kelebihan bagi seorang Arab atas orang Ajam (bukan Arab) dan bagi seorang yang bukan Arab atas orang Arab dan yang (berkulit) merah atas yang hitam dan yang hitam atas yang merah, kecuali dengan ketakwaannya. Apakah aku sudah menyampaikan hal ini? (HR. Ahmad)

40. Tidak boleh ada gangguan (akibat yang merugikan dan menyedihkan) dan tidak boleh ada paksaan. (HR. Malik)

41. Cukup jahat orang yang menghina saudaranya. (HR. Muslim)

42. Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi (memutuskan hubungan) dengan saudaranya melebihi tiga malam. Hendaklah mereka bertemu untuk berdialog mengemukakan isi hati dan yang terbaik ialah yang pertama memberi salam (menyapa). (HR. Bukhari)

43. Barangsiapa meniru-niru tingkah laku suatu kaum maka dia tergolong dari mereka. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

44. Tidak akan masuk surga orang yang suka mencuri berita (suka mendengar-dengar berita rahasia orang lain). (HR. Bukhari)

45. Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling cinta kasih dan belas kasih seperti satu tubuh. Apabila kepala mengeluh (pusing) maka seluruh tubuh tidak bisa tidur dan demam. (HR. Muslim)

46. Kawan pendamping yang sholeh ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya. (HR. Bukhari)

B.    Mujahadah

   
Mujahadah dari akar kata jahada berarti berjuang dan bersungguh-sungguh. Seakar kata dengan kata Jihad berati berjuang secara fisik, ijtihad berjuang secara nalar, dan mujahadah berati berjuang dengan olah batin. Sedangkan riyadhah berasal dari kata radhyiya berarti senang, rela. Seakar kata dengan kata ridhwan berarti kepuasan dan kesenangan. Mujahadah dan riyadhah adalah dua hal yang selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan di dalam diri seorang sufi atau salik.
   
Mujahadah adalah perjuangan/kesungguhan dalam berbuat sesuatu, dalam istilah tasawuf mujahadah adalah perjuangan dan kesungguhan menuju ridho Allah swt dg memperbanyak ibadah dan terus berjuang menghindari dosa.
   
Makna mujahadah itu sendiri adalah upaya mencurahkan segenap kesungguhan untuk melawan kebohongan atau membunuh kebatilan, kebatilan yang eksis, hawa nafsu, dan Setan.
Mujahadah dan riyadhah bisa mengambil bentuk berupa penghindaran diri dari dosa-dosa kecil (muru’ah), melakukan amalia-amaliah rutin seperti puasa Senin-Kamis dan puasa-puasa sunnat lainnya, tidak meninggalkan shalat-shalat sunnat rawatib (qabliyah dan ba’diyah) dan shalat-shalat sunnat lainnya, mengamalkan zikir dan wirid secara rutin, dan memperbanyak amal-amal sosial dengan penuh keikhlasan, serta meninggalkan nafsu amarah dan cinta dunia berlebihan.
Makna mujahadah: menentang hawa nafsu daripada mengikut syahawatnya; yang sukakan kerehatan, ketenangan, kemalasan, tidur, makanan dan minuman yang enak, dan keterikatan dengan dunia dan perhiasannya.
   
Mujahadah dilakukan dengan memutuskan nafsu daripada adat-adat kebiasaan, dan memberikannya keperluan-keperluan yang penting, serta memimpinnya kepada suruhan dan ketaatan kepada Allah.Tanpa memberi peluang kepada nafsu untuk menariknya ke belakang. Firman Allah yang bermaksud: “Dan mereka yang berjihad di (jalan) Kami pasti akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berlaku ihsan”, dan firman Allah yang bermaksud: “Adapun orang yang takutkan keadaan semasa ia berdiri di mahkamah Tuhannya, (untuk dihitung amalnya), serta ia menahan dirinya dari menurut hawa nafsu, - Maka sesungguhnya Syurgalah tempat kediamannya." (Surah An-Naaziat : 40,41).
   
Kerja keras secara maksimal merupakan tahapan yang harus diupayakan untuk mencapai keberhasilan. Karena sesuatu yang mustahil kesuksesan didapat tanpa melalui perjuangan dengan sungguh-sungguh dan itulah kemudian disebugt mujahadah (optimalisasi). Secara terminologi makna mujahadah yakni apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amalan-amalan sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Kemudian dalam kaitan ini, ia harus tegas, dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya.
   
Secara tersurat dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS.29:69). Bentuk mujahadah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW diperlihatkan ketika menghadapi akhir ramadhan seperti sabdanya: "Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang." (HR.Bukhari Muslim).
   
Arti mujahadah menurut bahasa adalah perang, menurut aturan syara’ adalah perang melawan musuh-musuh Alloh, dan menurut istilah ahli hakikat adalah memerangi nafsu amarah bis-suu’ (2) dan memberi beban kepadanya untuk melakukan sesuatu yang berat baginya yang sesuai dengan aturan syara’ (agama). Sebagian Ulama mengatakan : Mujahadah  adalah tidak menuruti kehendak nafsu”, dan ada lagi yang mengatakan: Mujahadah adalah menahan nafsu dari kesenangannya.
   
Di dalam Wahidiyah yang dimaksud “Mujahadah” adalah ber-sungguh-sungguh memerangi dan menundukkan hawa nafsu (nafsu ammarah bis-suu’) untuk diarahkan kepada kesadaran.
   
Tingkatan (Maqam) yang ke-5 dalam konsep tasawuf adalah Mujahadah yaitu bersungguh-sungguh. Secara istilah mujahadah dapat diartikan sebagai satu bentuk kesungguhan untuk menjalankan perintah Allah dengan memenuhi segala kewajiban dan menjauhi atas larangan-Nya; secara lahir dan bathin dengan wujud nyata berupaya  melawan (menundukkan) hawa nafsu.  Dalam sebuah hadisnya, Rasul SAW bersabda:

مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِيْ طَاعَةِ اللهِ

   
“Seorang Mujahid (orang yang berjihad) ialah dia yang melawan hawa nafsunya karena Allah SWT”(HR. Bukhari). Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin mengatakan bahwasanya di antara tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah yaitu dia mengutamakan perkara yang di sukai-Nya daripada mengutamakan kehendak nafsu pribadinya. Sejalan dengan ungkapan indah Abdullah Ibnu Mubarak:”Jika cintamu benar, kamu akan menaati-Nya, karena seseorang yang mencintai sesuatu sanggup menaati sesuatu”. Orang-orang yang sanggup melawan hawa nafsu adalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir, inilah kekuatan yang ada dalam diri umat Islam.

Kepercayaan ini menjadikan mereka sebagai golongan yang sanggup untuk menghindari kenikmatan sesaat demi mendapatkan kebahagian jangka panjang yang kekal nan abadi yaitu kebahagian akhirat. Denis Waitley dalam Empires of  The Mind berkata: “Saya berpendapat, salah satu faktor utama yang menyebabkan Amerika bermasalah pada hari ini adalah, karena rakyatnya begitu asyik dan gairah dengan kesenangan jangka pendek dan melupakan jangka panjang”.
   
Mujahadah (Kesungguhan) dapat kita awali dengan cara memusuhi nafsu diri kita, mengangkat tabuh genderang peperangan terhadapnya. Banyak jalan menuju mujahadah, termasuk salah satu contohnya adalah dengan cara merenungi akibat/effect dari kebaikan (natijah al-hasanat) dan akibat/effect kejahatan (natijah al-sayyiat). Allah SWT berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
   
“Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri. Jika kamu berlaku jahat, maka kamu berbuat jahat pada dirimu sendiri.”
   
Oleh sebagian ulama ayat ini ditafsirkan bahwa: “Sesungguhnya amal kebaikan melahirkan cahaya dalam kalbu, kesehatan pada badan, kecerahan pada wajah, keluasan pada rezeki, serta kecintaan dari segala makhluk. Adapun kejahatan; sebaliknya, menciptakan kegelapan dalam hati, kesakitan badan, kesuraman wajah, kesempitan rezeki, serta kebencian dari hati segala makhluk.”
Mujahadahnya Imam Al-Ghazali
   
Sahabat tercintaku, tutuplah kedua mata Anda, dan lihatlah apa yang tampak olehmu. Jika Anda katakan,

"Aku tiada melihat sesuatu apapun," Anda keliru, bahkan, sebenarnya Anda melihat. Namun kegelapan wujud itu muncul disebabkan kedekatannya dengan kedua mata, sehingga Anda tidak menemukan apa-apa.

Jika Anda suka menemukan dan melihatnya pada arah depan, sementara Anda menutup kedua mata Anda, maka Anda kurangi atau Anda jauhkan sedikit demi sedikit. Itulah upaya mujahadah. Makna mujahadah sendiri adalah mencurahkan keseriusan dalam melawan atau membunuh segala bujukan. Bujukan yang bersumber dari wujud, nafsu dan setan. Pencurahan perjuangan itu juga melalui berbagai metode.
   
Pertama : Sedikit demi sedikit mengurangi makan. Sebab makan merupakan tangan panjang dari wujud, nafsu dan setan. Apabila makan berkurang, berkurang pula dominasinya.
   
Kedua : Meninggalkan dan mem-fana-kan ikhtiar, dengan menyerahkan pada ikhtiar syeikh (guru ruhani) yang terjaga, agar syeikh memilihkan apa yang terbaik bagi Anda. Posisi Anda di sini seperti seorang bayi atau bocah yang belum baligh, atau seperti seorang yang bodoh, yang secara keseluruhan memerlukan orangtua, wali, hakim, atau pemimpin yang memimbing mereka.
   
Ketiga : Mengikuti metode Thariqah Imam Al-Junaid -- semoga Allah menyucikan ruhnya -- yang terdiri delapan syarat: 1) Melanggengkan wudhu', 2) Melanggengkan diam, 4) Melanggengkan khalwat, 5) Melanggengkan dzikir, yakni ucapan Laa Ilaaha Illallaah, 6) Melanggengkan hubungan batin dengan syeikh, disamping menyerap pengetahuan di balik kefanaan salik terhadap upaya syeikh, 7) Meninggalkan segala (bisikan) kekhawatiran, dan 8) Meninggalkan sikap menentang Allah swt. baik dalam kondisi yang membahayakan maupun kondisi yang memberikan manfaat, disamping meninggalkan bertanya-tanya soal surga dan neraka.

    Dasar Mujahadah
Allah SWT berfirman :

Artinya : ‘‘ Dan orang – orang yang bersungguh – sungguh untuk mencari keridloan kami, benar – benar Kami tunjukkan kepada mereka jalan – jalan Kami ” (ankabaut:69) Syekh Imam Al-Ghozali Berkata
:‘‘Mujahadah adalah kunci hidayah tidak ada kunci untuk memperoleh hidayah selain Mujahadah”

•  Menjernikan hati dan marifat Billah ( sadar kepada Alloh )

•  Memperoleh hidayah Taufiq Allah SWT, Syafaat Tarbiyah Rosululloh SAW, Barokah Ghoutsu Hadzaz Zaman R.A

•  Mendidik menjadi orang yang sholeh / Sholihah, yang senantisa mendoakan kedua orang tuanya / leluhurnya.

•  Keamanan, ketentraman , kedamaian kesejahteraan, dan keberkahan hidup.

C.    Pensucian Jiwa


Cara-cara membersihkan jiwa dan qalbu
Dalam hal ini tidak ada cara-cara tertentu yang diperbolehkan selain cara-cara syariat. Bahkan seluruh syariat Islam, baik yang menyangkut masalah aqidah, maupun masalah hukum, dari masalah yang paling besar, hingga masalah paling kecil, semuanya berujung pada, ketakwaan, pembersihan jiwa dan peribadatan hanya kepada Allah semata.[1]
Penjelasannya adalah melalui contoh-contoh berikut:

1. Tauhid merupakan pembersihan jiwa.


Tauhid ialah meng-Esakan Allah dengan melakukan peribadatan dan penyembahan hanya kepada-Nya saja.2 Segala peribadatan yang berbentuk permohonan, cinta, takut, tawakal, taat, malu dan lain-lain dari gerakan-gerakan hati, lidah maupun anggota badan, hanya dipersembahkan kepada Allah saja, dengan mengikuti ketentuan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja.Tauhid yang intinya adalah penyembahan hanya kepada Allah saja ini merupakan penyucian jiwa yang paling besar dan paling penting. Sebab, itulah  tujuan pokok diciptakannya manusia dan jin. Orang yang bersih tauhidnya adalah orang yang bersih jiwa dan hatinya.Lawan dari tauhid adalah syirik. Jika tauhid merupakan kebersihan jiwa yang paling besar, maka kemusyrikan merupakan kotoran jiwa yang paling besar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Sesungguhnya, orang-orang musyrik adalah orang-orang yang najis.” (Qs. at-Taubah/9: 28).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dan Imam asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud najis dalam ayat itu bukanlah najis dalam arti fisik. Tetapi, najis jiwa dan agamanya.[3]
Dengan demikian, jika orang ingin melakukan proses pembersihan jiwa, maka hal pertama dan paling utama untuk dilakukan adalah membersihkan tauhidnya dari segala macam syirik. Misalnya, tidak datang untuk meminta sesuatu kepada dukun atau orang 'pintar', tidak meminta-minta kepada kuburan orang shalih dan tidak ngalap berkah di tempat-tempat keramat atau kuburan-kuburan yang diagungkan.

2-    Wudhu'


Wudhu' juga merupakan proses penyucian jiwa, di samping membersihkan fisik dari kotoran yang melekat pada anggota fisik tertentu. Imam Nawawi rahimahullah, dalam Riyadhus Shalihin,[4] membawakan satu ayat tentang keutamaan wudhu' ini, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu, dan basuhlah kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci; usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu.

Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni'matNya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Qs. al-Ma'idah/5: 6).
Beliau juga membawakan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa barangsiapa ber-wudhu' dengan benar dan baik, maka kotoran-kotoran jiwanya, berupa dosa dan kesalahan-kesalahannya akan lenyap. Di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ. رواه مسلم

“Siapa yang ber-wudhu', dan ia memperbagus wudhu'-nya, maka akan keluar kesalahan-kesalahan dirinya dari jasadnya hingga keluar pula melalui bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim).[5]
Jadi, kegiatan ibadah wudhu'-pun sebenarnya merupakan pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran dosa.Demikian pula tayamum serta mandi besar, baik mandi junub, mandi Jumat maupun mandi hari raya. Tentu dengan syarat ikhlas dan diniatkan sebagai peribadatan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

 3-    Shalat


Shalat juga merupakan pembersihan serta penyucian jiwa. Karena shalat itu dapat menyingkirkan kotoran-kotoran yang berupa perbuatan keji dan munkar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ

“Sesungguhnya, shalat akan mencegah perbuatan keji dan munkar.” (Qs. al-'Ankabut/29: 45).
Sesungguhnya, di dalam shalat terkandung tiga unsur penting: ikhlas, takut kepada Allah, dan zikir serta mengingat Allah. Unsur ikhlas akan mengendalikan pelakunya untuk berbuat kebaikan. Sedangkan unsur takut kepada Allah akan menghalangi pelakunya dari perbuatan munkar. Adapun unsur dzikir serta mengingat Allah akan menjadikannya selalu waspada untuk tidak terjerumus ke dalam kejahatan.

Shalat juga merupakan hubungan antara seorang hamba dengan Allah. Pelakunya akan merasa malu ketika menghadap Allah, sedangkan ia membawa dosa-dosa besar serta perilaku-perilaku keji.[6] Maka untuk menyucikan jiwa, cukuplah seseorang melaksanakan shalat dengan ikhlas, benar dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

4-     Zakat


Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam, juga ibadah yang membersihkan jiwa. Zakat ini akan dapat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil, serta membersihkan diri dari dosa-dosa.[7]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan (jiwa) mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya, doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Qs. at-Taubah/9: 103).

Zakat Fitri, shadaqah-shadaqah lain, serta infak, baik wajib maupun sunat, semuanya juga merupakan ibadah yang membersihkan jiwa dan harta dari kotoran-kotaran dosa.

5-    Demikian pula ibadah puasa, haji serta menyembelih hewan korbanpun adalah amaliah ibadah yang membersihkan jiwa.


Bahkan, seluruh syi'ar yang disyariatkan dalam Islam adalah amal ibadah yang berfungsi membersihkan jiwa menuju kebaikan, ketakwaan serta peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Berdasarkan pemaparan singkat di atas, dapat dipahami bahwa pembersihan jiwa hanya dapat terwujud dengan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara benar, mulai yang paling pokok hingga menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan.

Barangsiapa yang menjalankan ketetapan-ketetapan Islam sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berarti ia selalu membersihkan jiwanya. Dan barangsiapa yang enggan mengamalkan ajaran Islam atau mengamalkannya tetapi tidak berpedoman pada tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berarti ia adalah orang yang mengotori jiwanya. Bahkan, barangsiapa yang berusaha membersihkan dan menyucikan jiwa serta qalbu-nya, tetapi tidak berdasarkan syariat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam, berarti ia justru sedang mengotori jiwanya. Sebab, syariat Islam adalah syariat yang sudah sempurna dan lengkap, tidak memerlukan penambahan, apalagi pengurangan.

Maka, "Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya".(Qs. asy-Syams: 9-10).

1. Taqwa kepada Allah SWT baik dalam keadaan sepi maupun ramai.
Merealisasikannya dengan waro’ ( kehati-hatian ) dan istiqomah.

2. Mengikuti sunah Rasul ( ittiba’ sunnah ) baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Merealisasikannya dengan menjaga kehormatan dan berakhlak yang mulia.

3. Berpaling dari makhluk.
Merealisasikannya dengan bersabar dan tawakal ( berpasrah diri kepada Allah ).

4. Ridho dengan sesuatu yang telah Allah bagikan baik sedikit maupun banyak.
Merealisasikannya dengan qona’ah dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah SWT.

5. Kembali kepada Allah SWT baik dalam keadaan lapang maupun dalam kesempitan.
Merealisasikannya dengan memperbanyak syukur ketika senang dan berdoa ketika susah.
Inti dari 5 pondasi tersebut adalah:

1. Semangat yang tinggi.
Barang siapa semangatnya tinggi, maka derajatnya semakin tinggi.

2.    Menjaga kehormatan.
Barang siapa menjaga kehormatan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya.

3. Pengabdian yang tulus kepada Allah SWT.
Barang siapa yang tulus dalam pengabdian, maka berhak mendapatkan kemuliaan dari sisi Allah.

4. Tekad yang kuat.
Barang siapa kuat tekadnya, maka akan selalu mendapatkan hidayah.

5. Mengagungkan nikmat.
Barang siapa mengagungkan nikmat Allah, maka dia telah mensyukurinya. Barang siapa mensyukurinya, maka dia berhak mendapatkan tambahan nikmat dari Allah.

5 asas dalam mengobati penyakit hati:

     Meringankan perut dengan sedikit makan dan minum.

     Kembali kepada Allah Ta`ala jika ada sesuatu yang terjadi.

     Lari dari perkara yang dikhawatirkan akan terjerumus ke dalamnya.

     Melanggengkan istighfar dan sholawat kepada Rasulullah sSAW sepanjang siang dan malam.

     Bergaul dengan orang yang bisa menunjukkan kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala

Disqus Comments