Sabtu, 17 Desember 2016
Al-Wala’ Wal Bara’, Pengertian & Pembahasan berdasarkan Al quran & Al hadits
Pengertian Al-Wala’ Wal Bara’
Wala' adalah kata mashdar dari fi'il "waliya" yang artinya dekat. Yang dimaksud dengan wala' di sini adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka dan bertempat tinggal bersama mereka.
Sedangkan bara' adalah mashdar dari bara'ah yang berarti memutus atau memotong. Maksudnya di sini ialah memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka.
2.2 Kedudukan Al Wala’ wal Bara’
Ketika menjelaskan agungnya kedudukan masalah ini dalam keimanan dan tauhid, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Tidak akan lurus (benar) keislaman seseorang, meskipun dia telah mentauhidkan Allah dan menjauhi (perbuatan) syirik, kecuali dengan memusuhi orang-orang yang berbuat syirik dan menyatakan kepada mereka kebencian dan permusuhan tersebut” .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Jika keimanan dan kecintaan di dalam hati seorang (muslim) kuat, maka hal itu menuntut dia untuk membenci musuh-musuh Allah”[ ].
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin lebih lanjut menjelaskan, “Sikap loyal dan cinta terhadap orang-orang yang menentang Allah menunjukkan lemahnya keimanan dalam hati seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya, karena tidaklah masuk akal jika seseorang mencintai sesuatu yang dimusuhi kekasihnya (Allah Ta’ala). Bersikap loyal terhadap orang-orang kafir adalah dengan menolong dan membantu mereka dalam kekafiran dan kesesatan yang mereka lakukan, sedangkan mencintai mereka adalah dengan melakukan sebab-sebab yang menimbulkan kecintaan mereka, yaitu berusaha mencari kecintaan (simpati) mereka dengan berbagai cara. Tidak diragukan lagi perbuatan ini akan menghilangkan kesempurnaan iman atau keseluruhannya. Maka wajib bagi seorang mukmin untuk membenci dan memusuhi orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun orang tersebut adalah kerabat terdekatnya, akan tetapi ini tidak menghalangi kita untuk menasehati dan mendakwahi orang tersebut kepada kebenaran” .
Di antara hak tauhid adalah mencintai ahlinya yaitu para muwahhidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuhnya yaitu kaum musyrikin. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang-siapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beri-man menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang." (Al-Maidah: 55-56)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka men-jadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah: 51)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia ..." (Al-Mumtahanah: 1)
"Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pe-lindung bagi sebagian yang lain." (Al-Anfal: 73)
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (Al-Mujadilah: 22)
Dari ayat-ayat di atas jelaslah tentang wajibnya loyalitas kepada orang-orang mukmin, dan memusuhi orang-orang kafir; serta kewajiban menjelaskan bahwa loyal kepada sesama umat Islam adalah ke-bajikan yang amat besar, dan loyal kepada orang kafir adalah bahaya besar.
Kedudukan al-wala' wal bara' dalam Islam sangatlah tinggi, karena dialah tali iman yang paling kuat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam: "Tali iman paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah." (HR. Ibnu Jarir)
Dan dengan al-wala' wal bara'-lah kewalian Allah dapat tergapai. Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu: "Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi wala' karena Allah dan memusuhi karena Allah maka sesungguhnya dapat diperoleh kewalian Allah hanya dengan itu. Dan seorang hamba itu tidak akan merasakan lezatnya iman, sekali pun banyak shalat dan puasanya, sehingga ia melakukan hal tersebut. Dan telah menjadi umum persaudaraan manusia berdasarkan kepentingan duniawi, yang demikian itu tidaklah bermanfaat sedikit pun bagi para pelakunya." (HR. Thabrani dalam Al-Kabir)
2.3 Pembagian Manusia dalam masalah Al Wala’ wal Bara’
Manusia dalam masalah wala’ dan bara’ terbagi menjadi tiga bagian :
1. Mereka yang dicintai dengan suatu kecintaan yang murni, sama sekali tidak terdapat permusuhan dalam kecintaannya.
Mereka adalah kaum mu'minin sejati seperti para Nabi, orang–orang yang jujur dalam keimanannya, syuhada’ dan shalihin. Dan yang paling mulia dari mereka adalah Rasulullah , oleh karena ituwajib pula mencintai beliau lebih besar daripada kecintaan kita terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan manusia seluruhnya. Kemudian isteri-isteri beliau yang merupakan ibu kaum mu'minin, Ahlul bait (keluarga Nabi) dan para sahabatnya yang mulia, terutama khulafa'ur rasyidin dan sepuluh sahabat (yang dijamin masuk surga), kaum muhajirin dan anshar, orang yang ikut serta dalam perang Badar dan orang yang pernah berbai’at dengan Nabi di Bai`atur Ridwan, kemudian para sahabat yang lainnya.Lalu para tabi’in dan orang-orang yang hidup pada abad yang terbaik, ulama-ulama salaf dan para imam yang empat.
Allah berfirman dalam Surah Al-Hasyr:10
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdo’Allah,"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”(Q.S; Al-Hasyr:10).
2. Orang yang dibenci dan dimusuhi dengan sebenarnya, serta tidak ada suatu kecintaan sama sekali kepada mereka.
Mereka adalah kaum kafir murni dari orang-orang yang kafir, musyrik, munafik, murtad dan orang-orang yang menentang Islam dari berbagai golongan.
Firman Allah :
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.”(Q.S; Al-Mujadilah : 22).
3. Orang yang dicintai karena suatu hal dan dibenci karena suatu hal yang lain.
Maka dalam dirinya terkumpul adanya suatu kebencian dan permusuhan, mereka itu adalah orang mukmin yang berbuat kemaksiatan. Mereka dicintai karena ada pada mereka keimanan dan dibenci karena ada pada mereka kemaksiatan yang bukan termasuk kekafirandan kemusyrikan. Mencintai mereka dengan konsekwensi menasehati mereka dan mengingkari perbuatan maksiat yang mereka lakukan, bahkan harus mengingkarinya, agar mereka diajakkepada yang baik dan dilarang dari yang mungkar. Dan hendaknya ditegakkan atas mereka hukum-hukum serta ancaman-ancaman sehingga mereka jera dari kemaksiatan dan bertaubat dari kejahatan. Akan tetapi mereka tidaklah dibenci dengan kebencian yang sepenuhnya dan berlepas diri dari mereka, sebagaimana dikatakan oleh kelompok khawarij dalam hal orang yang melakukan dosa besar, yang tidak sama dengan perbuatan syirik. Mereka juga tidak dicintai dan diberi kesetiaan penuh sebagaimana yang dikatakan oleh kelompok murji’ah, tetapi hendaknya adil dalam menyikapi keadaan mereka, sebagaimana yang dijelaskan dalam mazhab Ahlussunnah wal jamaah.
2.4 Sebagian Tanda Al Wala’
1) Hijrah, yaitu pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan islami, dari lingkungan maksiat ke lingkungan orang-orang yang taat.
2) Wajib mencintai saudara muslim sebagaimana mencintai diri sendiri dan senang kebaikan ada pada mereka sebagaimana senang kebaikan ada pada diri sendiri serta tidak dengki dan angkuh terhadap mereka.
3) Wajib memprioritaskan bergaul dengan kaum muslimin.
4) Menunaikan hak mereka: menjenguk yang sakit, mengiring jenazah, tidak curang dalam muamalah, tidak mengambil harta dengan cara yang bathil, dsb.
5) Bergabung dengan jama’ah mereka dan senang berkumpul bersama mereka.
6) Lemah lembut dan berbuat baik terhadap kaum muslimin, mendoakan dan memintakan ampun kepada Allah bagi mereka.
2.5 Sebagian Tanda Al Bara’
1) Membenci kesyirikan dan kekufuran serta orang yang melakukannya, walau dengan menyembunyikan kebencian tersebut.
2) Tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin dan orang kepercayaan untuk menjaga rahasia dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang penting.
3) Tidak memberikan kasih sayang kepada orang kafir, tidak bergaul dan bersahabat dengan mereka.
4) Tidak meniru mereka dalam hal yang merupakan ciri dan kebiasaan mereka baik yang berkaitan dengan keduniaan (misalnya cara berpakaian, cara makan) maupun agama (misalnya merayakan hari raya mereka).
5) Tidak boleh menolong, memuji dan mendukung mereka dalam menyempitkan umat Islam.
6) Tidak memintakan ampunan kepada Allah bagi mereka dan tidak bersikap lunak terhadap mereka.
7) Tidak berhukum kepada mereka atau ridha dengan hukum mereka sementara mereka meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya.
2.6 Hasil Al Wala’ wal Baro’
1. Mendapatkan kecintaan Allah
“Allah berfirman, “Telah menjadi wajib kecintaanKu bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku.” (HR. Malik, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim)
2 Mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari kiamat
“Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat: ‘Mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku? Hari ini Aku lindungi mereka di bawah naunganKu pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.” (Hadits Qudsi riwayat Muslim)
3. Meraih manisnya iman
‘Barangsiapa yang ingin meraih manisnya iman, hendaklah dia mencintai seseorang yang mana dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.‘ (HR. Ahmad)
4. Masuk surga
“Tidaklah kalian masuk surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)
5. Menyempurnakan iman
“Barangsiapa yang mencintai dan membenci, memberi dan menahan karena Allah maka telah sempurnalah imannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Hadits Hasan)
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Al Wala’ wal Baro’
Seorang muslimah yang memiliki orang tua kafir hendaknya tetap berbuat baik pada orang tua. Dan tidak diperbolehkan menaati orang tua dalam meninggalkan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.
Diharamkan bagi muslimah untuk menikah dengan laki-laki kafir karena agama seorang wanita mengikuti agama suaminya.
2.7 Contoh Al Wala’ wal Bara’ dalam kehidupan sehari – hari
Sikap Al Wala kepada kaum Muslimin
1. Hijrah ke negeri kaum muslimin dan meninggalkan negeri kaum kafir.
2. Berusaha menolong dan membantu kaum muslimin dengan jiwa, harta dan lisan, dalam segala halyang mereka butuhkan, baik dalam urusan agama maupun dunia.
3. Turut merasakan sakit yang mereka rasakan dan ikut bergembira dengan kegembiraan mereka.
4. Memberikan nasehat kepada mereka, menyukai kebaikan bagi mereka, tidak berkhianat dan tidak menipunya.
5. Menghormati dan memuliakan kaum muslimin serta tidak merendahkan dan mencela mereka.
6. Senantiasa bersama-sama dengan mereka, baik dalam keadaan sempit(miskin) maupun lapang(kaya), dan dalam keadaan susah maupun senang.
7. Mengunjungi kaum muslimin, senang bertemu dan berkumpul bersama mereka.
8. Menghargai hak – hak kaum mu’minin
9. Bersikap lemah lembut terhadap kaum yang lemah diantara kaum muslimin
10. Mendoakan kaum muslimin dan mendoakan kebaikan untuk mereka.
Sikap Al Wala yang tidak diperbolehkan
1. Menyerupai mereka dalam berpakaian, berbicara dan lain-lain.
Karena menyerupai mereka dalam hal-hal tersebut menunjukkan kecintaan kepada mereka. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud (no. 4031) dan Ahmad (2/50), di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Maka diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal-hal yang merupakan kekhususan mereka (yang membedakan mereka dengan orang-orang muslim), berupa adat-istiadat, peribadatan, penampilan dan tingkah laku mereka, seperti mencukur jenggot dan memanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka tanpa ada keperluan, model pakaian, tata cara makan, minum dan sebagainya.
2. Bermukim di negeri mereka dan tidak mau pindah (hijrah) ke negeri kaum muslimin untuk keselamatan/kebaikan agama.
Hijrah dalam arti dan untuk tujuan ini wajib bagi seorang muslim, karena bermukim di negeri orang-orang kafir menunjukkan loyalitas kepada mereka.
Oleh karena itulah, Allah mengharamkan bagi seorang muslim untuk tinggal di lingkungan orang-orang kafir kalau dia mampu untuk berhijrah (ke negeri kaum muslimin).
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).’ Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu.’
Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah mema’afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.’” (QS. An-Nisaa’:97-99).
(Dalam ayat ini) Allah tidak memberi uzur untuk bermukim di negeri orang-orang kafir kecuali bagi orang-orang lemah yang tidak mampu berhijrah. Demikian pula orang-orang yang bermukim (di negeri orang-orang kafir) untuk kemaslahatan agama, seperti berdakwah (menyeru manusia) ke jalan Allah dan menyiarkan agama Islam di negeri mereka.
Bepergian (berkunjung) ke negeri mereka dengan tujuan rekreasi dan bersenang-senang.
Bepergian ke negeri orang-orang kafir haram (hukumnya) kecuali dalam keadaan terpaksa, seperti berobat, berdagang, dan mempelajari bidang-bidang (ilmu) tertentu yang bermanfaat (bagi kaum muslimin), yang tidak mungkin tercapai kecuali dengan bepergian ke (negeri) mereka. Maka ini diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan (secukupnya), dan jika telah selesai kebutuhannya wajib (untuk segera) kembali ke negeri kaum muslimin.
Bolehnya bepergian (ke negeri mereka) ini dengan syarat seorang muslim (wajib) menampakkan dan merasa bangga dengan keislamannya, serta menjauhi tempat-tempat yang buruk, dalam rangka mewaspadai tipu daya mereka. Demikian pula bepergian (ke negeri mereka) diperbolehkan atau (bahkan) diwajibkan jika tujuannya untuk berdakwah ke jalan Allah dan menyiarkan agama Islam.
3. Menolong dan membantu mereka (untuk melawan) kaum muslimin, serta memuji dan membela mereka.
Ini termasuk pembatal keislaman dan sebab (yang menjadikan seseorang) murtad (keluar dari Islam), kita berlindung kepada Allah dari semua itu.
Meminta tolong, memberikan kepercayaan dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan yang padanya ada rahasia-rahasia kaum muslimin, serta menjadikan mereka sebagai orang kepercayaan dan penasehat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang selain kaum muslimin, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata,
“Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 118-120).
Menggunakan penanggalan (kalender) mereka, khususnya penanggalan yang mencantumkan upacara-upacara agama dan perayaan-perayaan mereka, seperti penanggalan Masehi.
Penanggalan Masehi dibuat untuk mengingat kelahiran nabi Isa al-Masih ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka), yang ini mereka ada-adakan sendiri dan bukan berasal dari ajaran nabi Isa ‘alaihi wa sallam. Maka menggunakan penanggalan ini berarti ikut serta dalam menghidupkan syiar agama dan hari raya mereka.
Maka untuk menghindari semua inilah, ketika para sahabat radhiallahu ‘anhum ingin membuat penanggalan untuk kaum muslimin, di jaman khalifah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, mereka tidak mau menggunakan penanggalan-penanggalan orang-orang kafir, tetapi mereka membuat penanggalan berdasarkan (waktu) hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam (penanggalan Hijriah), yang ini menunjukkan wajibnya membedakan diri dengan orang-oang kafir dalam hal-hal yang merupakan kekhususan mereka.
Ikut berpartisipasi dalam perayaan-perayaan (keagamaan) mereka, atau membantu mereka dalam pelaksanaannya, atau menyampaikan ucapan selamat dalam rangka perayaan tersebut, atau mendatanginya.
“Dan orang-orang yang tidak menghadiri (hal-hal yang bersifat) kedustaan/perayaan-perayaan orang-orang kafir.” (QS. Al-Furqan: 72).
Artinya: termasuk sifat hamba-hamba Allah (yang bertakwa) adalah mereka tidak menghadiri perayaan-perayaan orang-orang kafir.
4. Memuji dan menyanjung peradaban dan kemajuan (tekhnologi) mereka, serta mengagumi tingkah laku dan kemajuan ilmu pengetahuan mereka, tanpa memandang agama dan keyakinan mereka yang rusak.
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaaha: 131).
Akan tetapi, ini bukan berarti kaum muslimin tidak diperbolehkan mengusahakan sebab-sebab kekuatan (kemajuan) dengan mempelajari (tekhnologi di bidang) industri dan penunjang (bidang) ekonomi yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta strategi ketentaraan, bahkan ini semua harus diusahakan (oleh kaum muslimin).
Bahkan (pada hakikatnya) semua kemanfaatan dan kebaikan yang tersimpan di alam semesta ini asalnya adalah untuk kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Katakanlah:”Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik”. Katakanlah:”Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” (QS. al-A’raaf: 32).
5. Menggunakan nama-nama mereka.
Kita dapati sebagian kaum muslimin memberi nama putra-putri mereka dengan nama-nama asing (barat/kafir) dan meninggalkan nama-nama yang telah dikenal di (kalangan) masyarakatnya (masyarakat muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam telah bersabda, “Nama yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Abu Dawud (no. 4949), Ibnu Majah (no. 3728) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albanirahimahullah)
6. Memintakan ampun dan memohon rahmat (Allah) untuk mereka.
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah: 113).
Karena perbuatan ini menunjukkan kecintaan kepada mereka dan membenarkan apa yang ada pada mereka.
Catatan penting
Perlu dicamkan di sini, bahwa sikap al-wala’ dan al-bara’ terhadap orang-orang kafir ini tidak kemudian menjadikan kita berbuat melampaui batas dan menzhalimi mereka, dengan melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam syariat, seperti membunuh/menganiaya orang yang tidak bersalah di antara mereka, mengambil harta mereka tanpa alasan yang benar, dan sebagainya.
Share this
Recommended
Disqus Comments