Sabtu, 17 Desember 2016

Al-Wala’ Wal Bara’, Pengertian & Pembahasan berdasarkan Al quran & Al hadits


Pengertian Al-Wala’ Wal Bara’

    Wala' adalah kata mashdar dari fi'il "waliya" yang artinya dekat. Yang dimaksud dengan wala' di sini adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka dan bertempat tinggal bersama mereka.
Sedangkan bara' adalah mashdar dari bara'ah yang berarti memutus atau memotong. Maksudnya di sini ialah memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka.
2.2 Kedudukan Al Wala’ wal Bara’

    Ketika menjelaskan agungnya kedudukan masalah ini dalam keimanan dan tauhid, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Tidak akan lurus (benar) keislaman seseorang, meskipun dia telah mentauhidkan Allah dan menjauhi (perbuatan) syirik, kecuali dengan memusuhi orang-orang yang berbuat syirik dan menyatakan kepada mereka kebencian dan permusuhan tersebut” .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Jika keimanan dan kecintaan di dalam hati seorang (muslim) kuat, maka hal itu menuntut dia untuk membenci musuh-musuh Allah”[ ].

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin lebih lanjut menjelaskan, “Sikap loyal dan cinta terhadap orang-orang yang menentang Allah menunjukkan lemahnya keimanan dalam hati seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya, karena tidaklah masuk akal jika seseorang mencintai sesuatu yang dimusuhi kekasihnya (Allah Ta’ala). Bersikap loyal terhadap orang-orang kafir adalah dengan menolong dan membantu mereka dalam kekafiran dan kesesatan yang mereka lakukan, sedangkan mencintai mereka adalah dengan melakukan sebab-sebab yang menimbulkan kecintaan mereka, yaitu berusaha mencari kecintaan (simpati) mereka dengan berbagai cara. Tidak diragukan lagi perbuatan ini akan menghilangkan kesempurnaan iman atau keseluruhannya. Maka wajib bagi seorang mukmin untuk membenci dan memusuhi orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun orang tersebut adalah kerabat terdekatnya, akan tetapi ini tidak menghalangi kita untuk menasehati dan mendakwahi orang tersebut kepada kebenaran” .

Di antara hak tauhid adalah mencintai ahlinya yaitu para muwahhidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuhnya yaitu kaum musyrikin. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang-siapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beri-man menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang." (Al-Maidah: 55-56)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka men-jadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah: 51)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia ..." (Al-Mumtahanah: 1)
"Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pe-lindung bagi sebagian yang lain." (Al-Anfal: 73)
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (Al-Mujadilah: 22)

Dari ayat-ayat di atas jelaslah tentang wajibnya loyalitas kepada orang-orang mukmin, dan memusuhi orang-orang kafir; serta kewajiban menjelaskan bahwa loyal kepada sesama umat Islam adalah ke-bajikan yang amat besar, dan loyal kepada orang kafir adalah bahaya besar.

Kedudukan al-wala' wal bara' dalam Islam sangatlah tinggi, karena dialah tali iman yang paling kuat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam: "Tali iman paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah." (HR. Ibnu Jarir)

Dan dengan al-wala' wal bara'-lah kewalian Allah dapat tergapai. Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu: "Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi wala' karena Allah dan memusuhi karena Allah maka sesungguhnya dapat diperoleh kewalian Allah hanya dengan itu. Dan seorang hamba itu tidak akan merasakan lezatnya iman, sekali pun banyak shalat dan puasanya, sehingga ia melakukan hal tersebut. Dan telah menjadi umum persaudaraan manusia berdasarkan kepentingan duniawi, yang demikian itu tidaklah bermanfaat sedikit pun bagi para pelakunya." (HR. Thabrani dalam Al-Kabir)
2.3 Pembagian Manusia dalam masalah Al Wala’ wal Bara’
Manusia  dalam  masalah  wala’ dan bara’  terbagi menjadi tiga bagian :

1.  Mereka  yang  dicintai  dengan  suatu  kecintaan  yang  murni, sama  sekali tidak  terdapat  permusuhan dalam kecintaannya.
Mereka  adalah  kaum  mu'minin  sejati  seperti  para Nabi,  orang–orang  yang  jujur dalam  keimanannya, syuhada’  dan  shalihin.  Dan  yang  paling  mulia  dari mereka adalah Rasulullah , oleh karena ituwajib pula mencintai  beliau  lebih  besar  daripada  kecintaan kita terhadap  diri  sendiri,  anak,  orang tua  dan  manusia seluruhnya. Kemudian  isteri-isteri  beliau  yang  merupakan  ibu kaum mu'minin, Ahlul bait (keluarga Nabi) dan para sahabatnya yang mulia, terutama khulafa'ur rasyidin dan sepuluh  sahabat (yang  dijamin masuk surga),  kaum muhajirin  dan anshar,  orang  yang  ikut serta dalam perang  Badar  dan  orang  yang  pernah berbai’at  dengan Nabi  di  Bai`atur  Ridwan,  kemudian  para  sahabat  yang lainnya.Lalu para tabi’in dan orang-orang yang hidup pada abad  yang terbaik,  ulama-ulama  salaf  dan  para  imam yang empat.
Allah berfirman dalam Surah Al-Hasyr:10



“Dan  orang-orang  yang  datang  sesudah  mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdo’Allah,"Ya Tuhan kami,  beri  ampunlah  kami  dan  saudara-saudara  kami yang  telah  beriman  lebih  dahulu  dari  kami  dan janganlah  Engkau  membiarkan  kedengkian  dalam  hati kami  terhadap  orang-orang  yang  beriman;  Ya  Tuhan kami,  sesungguhnya  Engkau  Maha  Penyantun  lagi Maha Penyayang.”(Q.S; Al-Hasyr:10).

2. Orang  yang  dibenci  dan  dimusuhi  dengan sebenarnya, serta tidak ada suatu kecintaan sama sekali kepada mereka.
Mereka  adalah  kaum  kafir murni dari orang-orang yang  kafir,  musyrik, munafik,  murtad  dan orang-orang yang menentang Islam dari berbagai golongan.
    Firman Allah :

“Kamu  tidak  akan  mendapati  suatu  kaum  yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya  sekalipun  orang-orang  itu  bapak-bapak, atau  anak-anak,  atau  saudara-saudara  atau  pun keluarga mereka.”(Q.S; Al-Mujadilah : 22).

3. Orang yang dicintai karena suatu hal dan dibenci karena suatu hal yang lain.

Maka  dalam  dirinya  terkumpul  adanya  suatu kebencian  dan  permusuhan,  mereka  itu  adalah  orang mukmin yang  berbuat  kemaksiatan.  Mereka  dicintai karena  ada  pada  mereka  keimanan  dan  dibenci  karena ada  pada  mereka  kemaksiatan  yang  bukan  termasuk kekafirandan kemusyrikan. Mencintai  mereka  dengan  konsekwensi  menasehati mereka  dan  mengingkari  perbuatan  maksiat  yang mereka  lakukan,  bahkan  harus  mengingkarinya,  agar mereka diajakkepada yang baik dan dilarang dari yang mungkar. Dan  hendaknya  ditegakkan  atas  mereka hukum-hukum  serta  ancaman-ancaman  sehingga mereka  jera  dari  kemaksiatan  dan  bertaubat  dari kejahatan. Akan tetapi mereka tidaklah dibenci dengan kebencian  yang  sepenuhnya  dan  berlepas  diri  dari mereka,  sebagaimana  dikatakan  oleh  kelompok khawarij  dalam hal orang  yang  melakukan  dosa  besar, yang tidak sama dengan perbuatan syirik. Mereka juga tidak  dicintai  dan  diberi  kesetiaan penuh sebagaimana yang  dikatakan  oleh  kelompok  murji’ah,  tetapi hendaknya  adil  dalam  menyikapi keadaan mereka, sebagaimana  yang  dijelaskan dalam  mazhab Ahlussunnah wal jamaah.
2.4 Sebagian Tanda Al Wala’

1)    Hijrah, yaitu pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan islami, dari lingkungan maksiat ke lingkungan orang-orang yang taat.
2)    Wajib mencintai saudara muslim sebagaimana mencintai diri sendiri dan senang kebaikan ada pada mereka sebagaimana senang kebaikan ada pada diri sendiri serta tidak dengki dan angkuh terhadap mereka.
3)    Wajib memprioritaskan bergaul dengan kaum muslimin.
4)    Menunaikan hak mereka: menjenguk yang sakit, mengiring jenazah, tidak curang dalam muamalah, tidak mengambil harta dengan cara yang bathil, dsb.
5)    Bergabung dengan jama’ah mereka dan senang berkumpul bersama mereka.
6)    Lemah lembut  dan berbuat baik terhadap kaum muslimin, mendoakan dan memintakan ampun kepada Allah bagi mereka.
2.5 Sebagian Tanda Al Bara’
1)    Membenci kesyirikan dan kekufuran serta orang yang melakukannya, walau dengan menyembunyikan kebencian tersebut.
2)    Tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin dan orang kepercayaan untuk menjaga rahasia dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang penting.
3)    Tidak memberikan kasih sayang kepada orang kafir, tidak bergaul dan bersahabat dengan mereka.
4)    Tidak meniru mereka dalam hal yang merupakan ciri dan kebiasaan mereka baik yang berkaitan dengan keduniaan (misalnya cara berpakaian, cara makan) maupun agama (misalnya merayakan hari raya mereka).
5)    Tidak boleh menolong, memuji dan mendukung mereka dalam menyempitkan umat Islam.
6)    Tidak memintakan ampunan kepada Allah bagi mereka dan tidak bersikap lunak terhadap mereka.
7)    Tidak berhukum kepada mereka atau ridha dengan hukum mereka sementara mereka meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya.

2.6 Hasil Al Wala’ wal Baro’

1. Mendapatkan kecintaan Allah
“Allah berfirman, “Telah menjadi wajib kecintaanKu bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku.” (HR. Malik, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim)

2 Mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari kiamat
“Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat: ‘Mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku? Hari ini Aku lindungi mereka di bawah naunganKu pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.” (Hadits Qudsi riwayat Muslim)

3. Meraih manisnya iman
‘Barangsiapa yang ingin meraih manisnya iman, hendaklah dia mencintai seseorang yang mana dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.‘ (HR. Ahmad)

4. Masuk surga
“Tidaklah kalian masuk surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)

5. Menyempurnakan iman

“Barangsiapa yang mencintai dan membenci, memberi dan menahan karena Allah maka telah sempurnalah imannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Hadits Hasan)
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Al Wala’ wal Baro’
Seorang muslimah yang memiliki orang tua kafir hendaknya tetap berbuat baik pada orang tua. Dan tidak diperbolehkan menaati orang tua dalam meninggalkan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.
Diharamkan bagi muslimah untuk menikah dengan laki-laki kafir karena agama seorang wanita mengikuti agama suaminya.

2.7 Contoh Al Wala’ wal Bara’ dalam kehidupan sehari – hari

Sikap Al Wala kepada kaum Muslimin
1.    Hijrah  ke  negeri  kaum  muslimin  dan meninggalkan negeri kaum kafir.
2.    Berusaha  menolong  dan  membantu  kaum muslimin dengan jiwa, harta dan lisan, dalam segala halyang  mereka  butuhkan,  baik  dalam  urusan  agama maupun dunia.
3.    Turut merasakan sakit yang mereka rasakan dan ikut bergembira dengan kegembiraan mereka.
4.    Memberikan nasehat  kepada  mereka, menyukai  kebaikan  bagi  mereka,  tidak  berkhianat dan tidak menipunya.
5.    Menghormati  dan  memuliakan  kaum  muslimin serta tidak merendahkan dan mencela mereka.
6.    Senantiasa  bersama-sama  dengan mereka,  baik dalam keadaan sempit(miskin) maupun lapang(kaya), dan dalam keadaan susah maupun senang.
7.    Mengunjungi  kaum  muslimin,  senang  bertemu dan berkumpul bersama mereka.
8.    Menghargai hak – hak kaum mu’minin
9.    Bersikap lemah lembut terhadap kaum yang lemah diantara kaum muslimin
10.    Mendoakan kaum muslimin dan mendoakan kebaikan untuk mereka.
Sikap Al Wala yang tidak diperbolehkan

1.    Menyerupai mereka dalam berpakaian, berbicara dan lain-lain.

Karena menyerupai mereka dalam hal-hal tersebut menunjukkan kecintaan kepada mereka. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR.  Abu Dawud (no. 4031) dan Ahmad (2/50), di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)

Maka diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal-hal yang merupakan kekhususan mereka (yang membedakan mereka dengan orang-orang muslim), berupa adat-istiadat, peribadatan, penampilan dan tingkah laku mereka, seperti mencukur jenggot dan memanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka tanpa ada keperluan, model pakaian, tata cara makan, minum dan sebagainya.

2.    Bermukim di negeri mereka dan tidak mau pindah (hijrah) ke negeri kaum muslimin untuk keselamatan/kebaikan agama.

Hijrah dalam arti dan untuk tujuan ini wajib bagi seorang muslim, karena bermukim di negeri orang-orang kafir menunjukkan loyalitas kepada mereka.
Oleh karena itulah, Allah mengharamkan bagi seorang muslim untuk tinggal di lingkungan orang-orang kafir kalau dia mampu untuk berhijrah (ke negeri kaum muslimin).

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).’ Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu.’

Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah mema’afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.’” (QS. An-Nisaa’:97-99).

(Dalam ayat ini) Allah tidak memberi uzur untuk bermukim di negeri orang-orang kafir kecuali bagi orang-orang lemah yang tidak mampu berhijrah. Demikian pula orang-orang yang bermukim (di negeri orang-orang kafir) untuk kemaslahatan agama, seperti berdakwah (menyeru manusia) ke jalan Allah dan menyiarkan agama Islam di negeri mereka.

Bepergian (berkunjung) ke negeri mereka dengan tujuan rekreasi dan bersenang-senang.
Bepergian ke negeri orang-orang kafir haram (hukumnya) kecuali dalam keadaan terpaksa, seperti berobat, berdagang, dan mempelajari bidang-bidang (ilmu) tertentu yang bermanfaat (bagi kaum muslimin), yang tidak mungkin tercapai kecuali dengan bepergian ke (negeri) mereka. Maka ini diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan (secukupnya), dan jika telah selesai kebutuhannya wajib (untuk segera) kembali ke negeri kaum muslimin.

Bolehnya bepergian (ke negeri mereka) ini dengan syarat seorang muslim (wajib) menampakkan dan merasa bangga dengan keislamannya, serta menjauhi tempat-tempat yang buruk, dalam rangka mewaspadai tipu daya mereka. Demikian pula bepergian (ke negeri mereka) diperbolehkan atau (bahkan) diwajibkan jika tujuannya untuk berdakwah ke jalan Allah dan menyiarkan agama Islam.

3.    Menolong dan membantu mereka (untuk melawan) kaum muslimin, serta memuji dan membela mereka.
Ini termasuk pembatal keislaman dan sebab (yang menjadikan seseorang) murtad (keluar dari Islam), kita berlindung kepada Allah dari semua itu.
Meminta tolong, memberikan kepercayaan dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan yang padanya ada rahasia-rahasia kaum muslimin, serta menjadikan mereka sebagai orang kepercayaan dan penasehat.

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang selain kaum muslimin, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu mencintai mereka, padahal mereka tidak mencintai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata,

“Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 118-120).

Menggunakan penanggalan (kalender)  mereka, khususnya penanggalan yang mencantumkan upacara-upacara agama dan perayaan-perayaan mereka, seperti penanggalan Masehi.

Penanggalan Masehi dibuat untuk mengingat kelahiran nabi Isa al-Masih ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka), yang ini mereka ada-adakan sendiri dan bukan berasal dari ajaran nabi Isa ‘alaihi wa sallam. Maka menggunakan penanggalan ini berarti ikut serta dalam menghidupkan syiar agama dan hari raya mereka.

Maka untuk menghindari semua inilah, ketika para sahabat radhiallahu ‘anhum ingin membuat penanggalan untuk kaum muslimin, di jaman khalifah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, mereka tidak mau menggunakan penanggalan-penanggalan orang-orang kafir, tetapi mereka membuat penanggalan berdasarkan (waktu) hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam (penanggalan Hijriah), yang ini menunjukkan wajibnya membedakan diri dengan orang-oang kafir dalam hal-hal yang merupakan kekhususan mereka.

Ikut berpartisipasi dalam perayaan-perayaan (keagamaan) mereka, atau membantu mereka dalam pelaksanaannya, atau menyampaikan ucapan selamat dalam rangka perayaan tersebut, atau mendatanginya.
 “Dan orang-orang yang tidak menghadiri (hal-hal yang bersifat) kedustaan/perayaan-perayaan orang-orang kafir.” (QS. Al-Furqan: 72).

Artinya: termasuk sifat hamba-hamba Allah (yang bertakwa) adalah mereka tidak menghadiri perayaan-perayaan orang-orang kafir.

4.    Memuji dan menyanjung peradaban dan kemajuan (tekhnologi) mereka, serta mengagumi tingkah laku dan kemajuan ilmu pengetahuan mereka, tanpa memandang agama dan keyakinan mereka yang rusak.
 “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaaha: 131).

Akan tetapi, ini bukan berarti kaum muslimin tidak diperbolehkan mengusahakan sebab-sebab kekuatan (kemajuan) dengan mempelajari (tekhnologi di bidang) industri dan penunjang (bidang) ekonomi yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta strategi ketentaraan, bahkan ini semua harus diusahakan (oleh kaum muslimin).
Bahkan (pada hakikatnya) semua kemanfaatan dan kebaikan yang tersimpan di alam semesta ini asalnya adalah untuk kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 “Katakanlah:”Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik”. Katakanlah:”Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” (QS. al-A’raaf: 32).

5.    Menggunakan nama-nama mereka.
Kita dapati sebagian kaum muslimin memberi nama putra-putri mereka dengan nama-nama asing (barat/kafir) dan meninggalkan nama-nama yang telah dikenal di (kalangan) masyarakatnya (masyarakat muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam telah bersabda, “Nama yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR.  Abu Dawud (no. 4949), Ibnu Majah (no. 3728) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albanirahimahullah)

6.    Memintakan ampun dan memohon rahmat (Allah) untuk mereka.

 “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah: 113).
Karena perbuatan ini menunjukkan kecintaan kepada mereka dan membenarkan apa yang ada pada mereka.

Catatan penting
Perlu dicamkan di sini, bahwa sikap al-wala’ dan al-bara’ terhadap orang-orang kafir ini tidak kemudian menjadikan kita berbuat melampaui batas dan menzhalimi mereka, dengan melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam syariat, seperti membunuh/menganiaya orang yang tidak bersalah di antara mereka, mengambil harta mereka tanpa alasan yang benar, dan sebagainya.







Disqus Comments