Sabtu, 17 Desember 2016

TAUHID ASMA’ DAN SIFAT ALLAH SERTA PENYIMPANGAN YANG TERJADI DIDALAMNYA BERDASARKAN AL QURAN & ALHADIST



 

A.    Pengertian Tauhid


TAUHID ASMA’ DAN SIFAT ALLAH SERTA PENYIMPANGAN YANG TERJADI DIDALAMNYA BERDASARKAN AL QURAN & ALHADIST - Secara bahasa kata tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan, dan pengertian secara bahasa arab selalu berkairan dengan makna “satu-satunya, sendiri atau menyendiri suatu zat, sifat, ataupun perbuatan, dan tidak ada yang dapat menandinginya. Dan wahhada ak-syai’tauhidan” bermakna menjadikan sesuatu yang esa.

Maka tauhid adalah beriman kepada Allah saja dan tidak syirik kepadanya.
Tauhid dalam bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fii’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata

“Makna ini tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya”(Syarh Tsalatsatif Ushul, 39)

Memahami tauhid dengan sebenarnya adalah hal yang urgen dalam kehidupan, sebab dengan menjalankan hak tauhid itulah diakui keislaman seseorang. Maka tidak ada referensi memahami tauhid ini kecuali kembali kepada pemahaman salaful shaleh terdahulu tentang tauhid syar’i, sebab merekalah yang telah diakui penunaian mereka terhadap hak tauhid.

Dalil Al-Qur'an tentang keutamaan & keagungan tauhid
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:

الْأَرْضِ فِي فَسِيرُوا الضَّلَالَةُ ۚ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الطَّاغُوتَ ۖوَاجْتَنِبُوا وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا ا
.لْمُكَذِّبِينَ عَاقِبَةُ كَانَ كَيْفَ فَانْظُرُوا

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An-Nahl: 36)

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُون.َ

"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At-Taubah: 31)

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2) أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az-Zumar: 2-3)

لِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِوَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَ

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al-Bayinah: 5)



BACA JUGA : 8 Cara Mengubah Nasib Dari Miskin Menjadi Kaya

B.    Pembagian tauhid


a.    Rububiyah


Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az-Zumar ayat 62 yang artinya :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.

Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah yang artinya : “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini.

Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki Arsyyang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

b.    Uluhiyah/Ibadah


Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" ('Ali 'Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya.

Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para Rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu

“Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

c.    Asma wa Sifat


Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.


Tidak ada tauhid mulkiyah

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.


BACA JUGA : 7 Pengusaha Ngetop Ini Jatuh Bangun Dulu Baru Sukses

C.    Pengertian Tauhid Asma dan Sifat Allah


Tauhid Asma' was Shifat yaitu mengesakan Allah dengan cara menetapkan bagi Allah nama-nama dan sifat-sifat yang ditetapkan sendiri oleh-Nya (dalam firmannya) atau yang disebutkan oleh Rasul-Nya (dalam hadits), tanpa mengilustrasikan (Takyif), menyerupakan dengan sesuatu (Tamtsil), menyimpangkan makna (Tahrif), atau bahkan menolak nama atau sifat tersebut (Ta’thil).

D.    Landasan Hukum tentang Tauhid asma dan sifat Allah


Dalil mengenai Tauhid Asma' dan Sifat dari al-Quran diantaranya ialah firman Allah yang artinya:

•    “Hanya milik Allah nama-nama yang paling baik, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran mengenai nama-nama-Nya.” (QS. al-A’raaf: 180)

•    “Dan hanya bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ruum: 27)

•    “Maka janganlah kalian mengadakan penyerupaan-penyerupaan bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui.” (An-Nahl: 74)
Dalil dari as-Sunnah diantaranya adalah perkataan Nabi  :

•    “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, barangsiapa menghafalnya maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi 3508)

•    “Aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu, yang telah Kau namakan diri-Mu dengannya, atau Kau turunkan dalam kitab-Mu, atau Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan di dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu.” (HR. Ahmad 3712)

E.    Kaidah Tentang Tauhid Asma Dan Sifat Allah


Dalam Al-Qur'an disebutkan dalam surah asy – syuura:11, yang artinya ;

"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(Asy-Syuura: 11)

Lafal ayat “Tidak ada yang serupa dengan-Nya,” merupakan bantahan kepada orang yang menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Sedangkan lafal “Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” adalah bantahan kepada orang yang menafikan (mengingkari/menolak) adanya sifat-sifat bagi Allah.

 Asma Allah seluruhnya husna (paling baik), alam kebaikan Allahlah yang paling tinggi karena nama Allah mengandung sifat yang sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dari segala sisi.

وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى

Artinya : “Dan bagi Allah asmaul husna” (Al A’raf: 180)

Contoh:
Ar Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah, menunjukkan atas sifat yang agung yaitu memiliki rahmat yang luas.

Berdasarkan penjelasan di atas, kita tahu bahwa ad dahr (waktu) bukan termasuk salah satu dari nama Allah karena tidak mengandung makna yang terpuji. Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Janganlah kalian menela dahr (masa) karena Allah adalah Dahr” (HR. Muslim)
Maka maknanya adalah Allah lah yang menguasai masa. Kita palingkan ke makna tersebut dengan dalil hadis,

“Di tangan-Ku lah segala urusan, Aku yang membolak-balikkan siang dan malam” (HR. Bukhari)
Beberapa kaidah dalam memahami dan mengimani Tauhid Asma was Shifat:

•    Nama dan sifat Allah adalah sesuatu yang tauqifiyah (hanya berdasarkan wahyu; tidak ditetapkan kecuali hanya berdasarkan lafal al-Quran dan as-Sunnah).

•    Keyakinan tentang sifat Allah seperti keyakinan tentang Dzat-Nya. Maksudnya, sifat, dzat, dan perbuatan Allah tidak serupa dengan apapun. Karena Allah memiliki dzat secara hakiki dan dzat-Nya itu tidak serupa dengan dzat apapun selain-Nya, maka demikian pula sifat-sifat Allah yang ada di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Allah menyandang sifat-sifat tersebut secara hakiki dan tidak serupa dengan apapun.

•    Semua nama Allah adalah baik dan sama sekali tidak ada yang buruk, karena nama-nama itu menunjukkan dzat yang memiliki nama tersebut yaitu Allah. Nama-nama itu menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan yang tidak mengandung kekurangan sedikitpun dari segala sisi.[4]

•    Nama-nama Allah tidak terbatas pada jumlah tertentu. Nabi   bersabda: “Aku meminta kepada-Mu dengan segenap nama-Mu, yang telah Kau namakan diri-Mu dengannya, atau Kau turunkan dalam kitab-Mu, atau Kau ajarkan kepada salah satu hamba-Mu atau Kau simpan di dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu.” (HR. Ahmad 3712).


BACA JUGA : AWAS!!! Begini Cara Hacker Meretas HP Androidmu

F.    Macam-macam asma Allah


Allah SWT berfirman:

مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ ۝هٖۚوْنَ سَيُجْزَ وَللَّهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَاۖ وَذَ رُواْ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰئِ

“Hanya milik Allah asma’ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” ( Qs; Al-A’raf; 180).
Ayat yang agung ini menunjukkan hal-hal berikut:

1. Menetapkan nama-nama( asma’) untuk Allah SWT, maka siapa yang menafikannya berarti ia telah menafikan apa yang telah ditetapkan Allah dan juga berarti dia telah menentang Allah SWT.

2. Bahwasanya asma’ Allah SWT semuanya adalah husna. Maksudnya sangat baik. Karena ia mengandung makna dan sifat-sifat yang sempurna, tanpa kekurangan dan cacat sedikit pun. Ia bukanlah sekedar nama-nama kosong yang tak bermakna atau tak mengandung arti.

3. Sesungguhnya Allah memerintah berdo’a dan ber-tawassul kepadaNya dengan nama-namaNya. Maka hal ini menunjukkan keagungannya serta kecintaan Allah kepada do’a yang disertai nama-namaNya.

4. Bahwasanya Allah SWT mengancam orang-orang yang ilhad dalam asma’-Nya dan Dia akan membalas perbuatan mereka yang buruk itu.

Ilhad menurut bahasa condong. Ilhad di dalam asma’ Allah berarti menyelewengkannya dari makna-makna agung yang dikandungnya kepada makna-makna batil yang tidak dikandungnya. Sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang men-ta’wilkannya dari makna-makna sebenarnya kepada makna yang mereka ada-adakan.

Allah SWT berfirman:

.قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَـٰنَۖ أَيّاً مَّاتَدْعُواْ فَلَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَىٰۚ

“Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asma’ul husna ( nama-nama yang terbaik)….” (Qs; Al-Isra'; ayat; 110).
Diriwayatkan, bahwa salah seorang musyrik mendengar baginda Nabi SAW sedang mengucapkan dalam sujudnya,

“Ya Allah, ya Rahman”. Maka ia berkata, “Sesungguhnya Muhammad mengaku bahwa dirinya hanya menyembah satu tuhan, sedangkan ia memohon kepada dua tuhan.” Maka Allah menurunkan ayat ini. Demikian seperti disebutkan oleh Ibnu Katsier. Maka Allah menyuruh hamba-hambaNya untuk memanjatkan do’a kepadaNya dengan menyebut nama-namaNya sesuai dengan keinginannya. Jika mereka mau, mereka memanggil

 “Ya Allah”, dan jika mereka menghendaki boleh memanggil, “Ya Rahman” dan seterusnya. Hal ini menunjukkan tetapnya nama-nama Allah dan bahwasanya masing-masing dari namaNya bisa digunakan untuk berdo’a sesuai dengan maqam dan suasananya, karena semuanya adalah husna.
Allah SWT berfirman:

اللَّهُ لآَ إِلَـٰهَ إِلاَّهُوَۖ لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَىٰ

:Dialah Allah, tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah) melainkan Dia, mempunyai al-asma’ul husna (nama-nama yang baik).” ( Qs; Thaha;8).

لَهُ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَىٰۚ يُسَبِّحُ لَهٗ مَافِى السَّمَـٰوَٰتِ وَاْلأَرْضِۖ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ۝

…..Yang mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs; Al-Hasyr; 24).

Maka barangsiapa menafikan asma’ Allah berarti ia berada di atas jalan orang-orang musyrik, sebagaimana firman Allah SWT

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَـٰنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَـٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا   ۝۩

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang; mereka menjawab: Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami ( sujud kepadaNya)?; dan ( perintah sujud itu) menambah mereka jauh ( dari iaman).” ( Qs; Al-Furqan;ayat; 60).

Dan termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Allah SWT:

وَهُمْ يَكْفُرُونَ بَالرَّحْمَـٰنِۚ قُلْ هُوَرَبِّى لآإِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ

…..”padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemura. Katakanlah; Dialah Tuhanku tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah) selain Dia…..” (Qs; Ar-Ra’d; ayat;30).

Maksudnya, ini yang kalian kufuri adalah Tuhanku, aku menyakini rububiyah, uluhiyah, asma’ dan sifatNya. Maka hal ini menunjukkan bahwa rububiyah dan uluhiyah-Nya mengharuskan adanya asma’ dan sifat Allah SWT. Dan juga, bahwasanya sesuatu yang tidak memiliki asma’ dan sifat tidaklah layak menjadi Rabb ( Tuhan) dan Ilah ( sesembahan).


BACA JUGA : WOW, Akhirnya Makam Raja Mesi dari 3.700 Tahun Lalu Ditemukan

G.    Macam-Macam Sifat Allah


    Sifat Tsubutiyyah


Sifat Tsubutiyyah adalah setiap sifat yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi diri-Nya di dalam Al-Qur-an atau melalui perkataan Rasulullah  . Semua sifat-sifat ini adalah sifat kesempurnaan, serta tidak menunjukkan sama sekali adanya cela dan kekurangan. Contohnya: Hayaah (hidup): ‘Ilmu (mengetahui), Qudrah (berkuasa), Istiwaa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy, Nuzuul (turun) ke langit terendah, Wajh (wajah), Yad (tangan) dan lain-lainnya. Sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut wajib ditetapkan benar-benar sebagai milik Allah sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya, berdasarkan dalil naqli dan ‘aqli. Sifat Tsubutiyyah ada dua macam, yaitu Dzaatiyah dan Fi’liyah.

       Sifat Dzaatiyyah


Sifat Dzaatiyyah adalah sifat yang senantiasa dan selamanya tetap ada pada Diri Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti, Hayaah (hidup), Kalam (berbicara): ‘Ilmu (mengetahui), Qudrah (berkuasa), Iradah (ke-inginan), Sami’ (pendengaran), Bashar (penglihatan), Izzah (kemuliaan, keperkasaan), Hikmah (kebijaksanaan): ‘Uluw (ketinggian, di atas makhluk): ‘Azhamah (keagungan). Dan yang termasuk dalam sifat ini adalah Sifat Khabariyyah seperti adanya wajah, yadan (dua tangan) dan ‘ainan (dua mata).

   Sifat Fi’liyyah


Sifat Fi’liyyah adalah sifat yang terikat dengan masyi-ah (kehendak) Allah Azza wa Jalla, seperti Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy dan Nuzul (turun) ke langit terendah, atau pun datang pada hari Kiamat, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: “Dan datanglah Rabb-mu, sedang Malaikat berbaris-baris.” (Al-Fajr: 22)
Suatu sifat bisa terpenuhi kedua-duanya (sifat dzaatiyyah-fi’liyyah) ditinjau dari dua segi, yaitu asal (pokok) dan perbuatannya. Seperti sifat Kalaam (pembicaraan), apabila ditinjau dari segi asal atau pokoknya adalah sifat dzaatiyyah karena Allah Azza wa Jalla selamanya akan tetap berbicara, tetapi jika ditinjau dari segi satu persatu terjadinya Kalaam adalah sifat fi’liyyah karena terikat dengan masyiah (kehendak), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara apa saja yang Dia kehendaki jika Dia menghendaki. Sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berfirman kepadanya: ‘Jadilah,’ maka terjadilah.” (Yaasiin: 82)

    Sifat Salbiyyah


Sifat Salbiyyah adalah setiap sifat yang dinafikan (ditolak) Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi diri-Nya melalui Al-Qur-an atau sabda Rasul-Nya  . Dan seluruh sifat ini adalah sifat kekurangan dan tercela, contohnya; maut (kematian), naum (tidur), jahl (kebodohan), nis-yan (kelupaan), ‘ajz (kelemahan, ketidakmampuan), ta’ab (kelelahan). Sifat-sifat tersebut wajib dinafikan (ditolak) dari Allah Azza wa Jalla, dengan disertai penetapan sifat kebalikannya secara sempurna. Misalnya, menafikan sifat maut (mati) dan naum (tidur) berarti telah menetapkan kebalikannya bahwasanya Allah adalah Dzat Yang Maha Hidup, menafikan jahl (kebodohan) berarti menetapkan bahwasanya Allah Maha Mengetahui dengan ilmu-Nya yang sempurna.

H.    Penyimpangan Yang Terjadi Didalamnya


Pengertian Al-Ilhad  (Penyimpangan) Dalam Nama Dan Sifat Allah Azza Wa Jalla
Perbuatan penyimpangan dalam  nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla dikenal dengan istilah al-ilhaad.  Asal makna al-ilhad secara bahasa adalah menyimpang dan berpaling dari sesuatu . Imam Ibnu Katsir berkata,

“Asal (makna) al-ilhad dalam bahasa Arab adalah berpaling dari tujuan, dan (berbuat) menyimpang, aniaya dan menyeleweng. Di antara (contoh penggunaannya) adalah (kata) al-lahd (liang lahad) dalam kuburan. (Dinamakan demikian) karena liang lahad tersebut menyimpang dari pertengahan (lubang) kuburan ke arah kiblat”.

Sedangkan pengertian al-Ilhad (penyimpangan) dalam  memahami nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla adalah seperti yang dipaparkan oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah dalam ucapan beliau: “Hakikat al-ilhad dalam masalah ini adalah menyelewengkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dari (pemahaman) yang benar, atau memasukkan makna asing yang bukan artinya ke dalam makna nama-nama dan sifat-sifat tersebut, atau memalingkannya dari maknanya yang sebenarnya. Inilah hakikat al-ilhad (dalam masalah ini). Barangsiapa melakukan perbuatan ini, sungguh dia telah berdusta (besar) atas (nama) Allâh” .

Bentuk-Bentuk Ilhad (Penyimpangan) Dalam Memahami Nama Dan Sifat Allah Azza Wa Jalla
Bentuk ilhâd (penyimpangan) dalam  memahami nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla bermacam-macam. Sebagian hukumnya sampai pada tingkat kesyirikan dan ada yang sampai pada tingkat kekafiran.
Macam-macam bentuk ilhâd tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengingkari sebagian dari nama-Nya atau mengingkari sifat-sifat dan hukum-hukum yang di kandung nama-nama tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh ahlu ta’thil (orang-orang yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla ) dari kelompok jahmiyah dan selain mereka.
Perbuatan mereka ini termasuk ilhâd, karena kita wajib mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla serta sifat-sifat yang sesuai dengan kebesaran-Nya yang dikandung nama-nama tersebut. Maka mengingkari hal tersebut termasuk penyimpangan dalam masalah ini.

2. Menjadikan nama-nama dan sifat-sifat-Nya menyerupai nama-nama dan sifat-sifat makhluk, sebagaimana yang dilakukan oleh ahlu tasybih (orang-orang yang menyerupakan Allâh Azza wa Jalla dengan makhluk).
Perbuatan mereka ini termasuk ilhâd karena perbuatan menyerupakan Allâh Azza wa Jalla dengan makhluk adalah kebatilan dan keburukan yang besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat [asy-Syuurâ:11]

فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Maka janganlah kamu mengadakan penyerupaan-penyerupaan bagi Allah. Sesungguhnya Dia mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui [an-Nahl/16:74]

3. Menetapkan bagi Allâh Azza wa Jalla nama yang tidak ditetapkan-Nya bagi diri-Nya, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Nashrani yang menamakan Allâh Azza wa Jalla dengan nama bapak. Juga seperti perbuatan kaum filosof (ahli filsafat) yang menamakan Allâh Azza wa Jalla dengan al-‘illatul fâ’ilah (penyebab yang berbuat).

Perbuatan mereka ini termasuk al-ilhad, karena penetapan nama-nama Allah bersifat tauqifiyyah (harus berdasarkan dalil dari al-Qur’ân dan hadits yang shahih, tidak boleh ditambah dan dikurangi). Sebab, Allâhlah yang maha mengetahui nama-nama dan sifat-sifat yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.

4. Menamai berhala dengan mengambil dari nama-nama Allâh Azza wa Jalla , seperti perbuatan orang-orang musyrik yang mengambil nama untuk berhala mereka al-‘uzza dari nama Allâh al-‘Aziz (Yang Maha Mulia dan Perkasa), demikian juga nama al-lata dari nama-Nya “al-Ilah” (Dzat yang berhak diibadahi)
Perbuatan mereka ini termasuk al-ilhad karena nama-nama yang Allâh Azza wa Jalla tetapkan bagi diri-Nya adalah khusus untuk diri-Nya semata-mata, sebagaimana firman-Nya:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا

Hanya milik Allah-lah asma-ul husna (nama-nama yang maha indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu [al-A’râf/7:180].

Sebagaimana hak untuk diibadahi dan disembah khusus milik Allâh Azza wa Jalla semata, karena hanya Dia-lah semata yang menciptakan, memberi rezki, memberi kemanfaatan, mencegah kemudharatan, dan mengatur alam semesta, maka hanya Dia-lah yang khusus memiliki nama-nama yang maha indah, dan tidak boleh dipalingkan kepada selain-Nya[13] .

5. Menyebut Allâh Azza wa Jalla dengan sifat-sifat yang menunjukkan kekurangan dan celaan, padahal Allâh Azza wa Jalla adalah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua sifat tersebut, sebagaimana ucapan sangat kotor dari orang-orang Yahudi yang mengatakan:

إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ

Sesungguhnya Allâh miskin dan kami kaya [Ali-‘Imrân/3:181]
Juga ucapan kotor mereka:

يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ

Tangan Allâh terbelenggu [al-Mâidah/5:64].

Pembahasan tentang tauhid asma’ (nama) wa sifat Allah sebenarnya adalah bagian dari pembahasan tentang tauhid rububiyah. Akan tetapi semenjak banyaknya terjadi penyimpangan dan penolakan tentang asma’ dan sifat Allah, maka tauhid asma’ wa sifat dipisahkan pembahasannya dari tauhid rububiyyah. Kelompok yang pertama yang melakukan penolakan dan penyimpangan terhadap asma’ dan sifat Allah adalah Jahmiyyah.


BACA JUGA : 7 Bela Diri Yang Mematikan. Cocok Buat Wanita

Pendahulu Jahmiyyah


Sebagaimana Khowarij memiliki pendahulu yang telah hidup pada zaman Nabishallallahu ‘alaihi was salam, Jahmiyyah juga memiliki pendahulu yang telah hidup pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi was salam. Jika yang menjadi pendahulu Khowarij adalah seorang munafiq yang bernama Dzul Khuwaisiroh, yang menjadi pendahulu Jahmiyyah daalm menolak asma’ dan sifat Allah adalah orang-orang musyrik quraisy.

Dikisahkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, pada peristiwa perjanjian Hudaibiyyah yang terjadi pada tahun 6 Hijriyyah, Rasulullah memerintahkan ‘Ali bin Abi Tholib sebagai penulis perjanjian. ‘Ali memulai menulis perjanjian dengan “Bismillahirrohmanirrohim”. Melihat perbuatan ‘Ali ini orang-orang Quraisy menolak dengan berkata :

“Adapun Ar Rohman, maka kami tidak mengenalnya.”
Karena peristiwa ini maka Allah menurunkan ayat :

 “Demikianlah, Kami telah mengutus kamu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, dan mereka kafir kepada Ar Rohman (yang Maha Pemurah). (Ar Ra’du : 30)”

Itulah salah satu episode yang menggambarkan penolakan musyrik Quraisy terhadap asma’ dan sifat Allah. Dalam Kisah lain, diriwayatkan oleh ibnu jarir pula dalam tafsirnya, bahwsanya ibnu abbas mengisahkan suatu ketika rasulullah sedang sujud da berdoa denga berkata :

“Ya Rohman, Yaa Rohim”
Kebetulan ketika itu ada orang musyrik yang mendengarnya. Mendengar hal tersebut orang-orang muysrik berkata :

“ini kah orang yang megira dirinya telah menyeru kepada Allah semata! Padahal ia berdoa kepada 2 ilah!”
Orang-orang musyrik tersebut berkata demikian karena mereka menolak nama Ar Rohman bagi Allah, sehingga mereka menganggap Ar Rohman bukanlah Allah.
Karena adanya peristiwa ini Allah menurunkan ayat :

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) (Al Isra’ : 110)

Tentang Orang-orang musyrik yang menolak nama Ar Rohman bagi Allah juga Allah kisahkan dalam surat Al Furqon :

 “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kamu sekalian kepada yang Ar Rohman (yang Maha Penyayang)”, mereka menjawab:”Siapa Ar Rohman (yang Maha Penyayang) itu? (Al Furqon : 60)”

Syaikh Soleh Al Fauzan dalam Kitabnya Al Irsyad ila Shohihil I’tiqod berkata :
“Orang-orang Musyrik Quraisy inilah yang menjadi pendahulu Jahmiyyah dan As Sya’iroh dalam mengingkari asma’ dan sifat Allah. Seburuk-buruk panutan bagi seburuk-buruk pengikut”

Jamiyyah adalah bid’ah pertama yang berbicara tentang Allah

Dinamakan sebagai jahmiyyah karena kelompok ini berawal dari pemikiran Jahm bin Sofwan. Bid’ah jahmiyyah ini adalah bid’ah yang pertama kali yang berbicara tentang Allah. Bid’ah yang pertama terjadi dalam islam adalah bid’ahnya khowarij, mereka mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka. Setelah itu barulah muncul bid’ah qodariyyah yang mereka menolak takdir.

Bid’ah ketiga yang muncul dalam islam adalah bid’ah murjiah yang mereka berkata “maksiat tidak akan mengurangi kadar iman, meskipun seseorang bermaksiat imanya akan tetap sempurna”. Ketiga bid’ah yang pertama muncul tersebut semuanya berbicara tentang perbuatan seorang hamba, belum berbicara tentang  Allah.  Sebagaimana perkataan ibnu taimyyah :

“Sesungguhnya qodariyyah dan murjiah mereka muncul ketika Sahabat masih ada, mereka berbicara tentang ketaatan, kemaksiatan, seorang mukmin, dan seorang fasiq. Mereka belumlah berbicara tentang Allah dan sifatnya.”

Setelah itu barulah muncul faham Jahmiyyah yang mereka ini berbicara tentang Allah. Mereka menyamakan Allah dengan makhluknya, mereka berbicara tentang Allah dengan hawa nafsu mereka. Dari jahmiyahh inilah muncul bid’ah-bid’ah/kelompok-kelompok lainnya seperti mu’tazilah dan asy syairoh yang menolak, mengingkari, dan menyelewengkan asma’ dan sifat Allah.

 “Patutkah kamu mengambil Dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Al Kahfi : 50.)

Ancaman Keras Dan Dosa Yang Sangat Besar Karena Menyimpang Dalam Masalah Ini
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Hanya milik Allah-lah asma-ul husna (nama-nama yang maha indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran) dalam (menyebut dan memahami) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan” [al-A’râf/7:180]

Dalam ayat yang mulia ini, Allâh Azza wa Jalla menyampaikan dua ancaman keras bagi orang-orang yang menyimpang dalam memahami nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat maha sempurna yang dikandung nama-nama tersebut [6] :

1. Ancaman yang pertama, tertuang dalam bentuk perintah: “tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran) dalam (menyebut dan memahami) nama-nama-Nya” [7] . Perintah di sini berarti ancaman keras bagi orang-orang yang melakukan perbuatan buruk ini, sebagaimana makna firman-Nya:

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka) [al-Hijr/15:3][8]

2. Ancaman yang kedua: dalam firman-Nya: “Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan” [9] . Maksudnya, mereka akan mendapat balasan azab dan siksaan yang pedih di dalam neraka karena penyimpangan mereka tersebut[10] .

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah:"Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melampaui batas tanpa alasan yang benar, (mengharamkan perbuatan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan argumentasi (dalil) untuk itu dan (mengharamkan perbuatan) berkata (atas nama) Allah dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui (tidak dilandasi dengan pengetahuan yang benar)” [al-A’râf/ 7:33]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “(Dalam ayat ini), Allâh Azza wa Jalla menyebutkan urutan perbuatan-perbuatan yang diharamkan-Nya dalam empat tingkatan, mulai dari yang paling ringan (dibandingkan tiga tingkatan berikutnya), yaitu perbuatan keji (yang nampak maupun tersembunyi),

 kemudian (tingkatan) ke dua yang lebih besar larangannya dari yang pertama, yaitu perbuatan dosa dan kezhaliman (aniaya), kemudian (tingkatan) ke tiga yang lebih besar larangannya dari dua tingkatan sebelumnya, yaitu menyekutukan Allâh Azza wa Jalla (dengan makhluk), kemudian (tingkatan) ke empat yang lebih besar larangannya dari semua tingkatan sebelumnya,

yaitu berkata atas (nama) Allâh tanpa (landasan) ilmu. Dan ini meliputi (semua bentuk) ucapan atas (nama) Allâh Azza wa Jalla tanpa (landasan) ilmu (yang benar) dalam (memahami) nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, juga dalam (memahami) agama dan syariat-Nya”[11] .

Demikianlah TAUHID ASMA’ DAN SIFAT ALLAH SERTA PENYIMPANGAN YANG TERJADI DIDALAMNYA BERDASARKAN AL QURAN & ALHADIST, Semoga Bermanfaat


Disqus Comments