Sabtu, 17 Desember 2016

Pengertia Tauhid Uluhiyah, Penerapannya, Serta Hal yang Membatalkannya Berdasarkan Alquran & Alhadist


 

TAUHID ULUHIYAH 


1.1    PENGERTIAN TAUHID

    Tauhid (Arab :توحيد) dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah atau mengiktikadkan bahwa Allah SWT itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.

    Tauhid diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT sendiri didalam surat Al-baqarah:163 yang artinya :

    “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

    Adapun pengertian tauhid menurut para ulama ternama:

1.      DR. Abdul Aziz, tauhid adalah mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta

2.      Prof. Dr. M. Yusuf Musa, tauhid adalah keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya

3.      Shalih Fauzan bin Abdullah al Fauzan, tauhid adalah mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya, serta membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asma’ul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya

   Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan sifat-Nya. Namun, tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu, menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.

2.2 PENGERTIAN TAUHID ULUHIYAH

Uluhiyah adalah ibadah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat).

    Uluhiyah atau ilahiyah berasal dari kata illah. Dalam bahasa arab kata illah memiliki akar kata a-la-ha yang memiliki arti tentram,tenang,lindungan,cinta,dan sembah. Semua makna ini sesuai dengan sifat-sifat dan kekhususan zat Allah.

     Makna tauhid uluhiyah adalah sebuah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang memiliki dan menguasai langit,bumi dan seisinya,satu-satunya yang wajib ditaati dan yang menentukan segala aturan serta melindungi. Dialah yang menjadi tumpuan harapan di dunia dan di akhirat.

     Ibnu Rajab berkata,illah adalah yang wajib ditaati dan tindak didurhakai,merasa takut karena mengagungkan. Cinta takut dan penuh harapan,berserah diri,memohon hanya kepada-Nya. Siapa menyakutukan-Nya dengan suatu makhluk dalam perkara ini akan merusak keikhlasan seseorang dalam berikrar laa ilaaha illallaah.”

     Illah bagi manusia bisa bermacam-macam bentuknya. Oleh karena-Nya,konsekuensi pernyataan laa ilaaha illallaah sangat berat karena harus meninggalkna seluruh illah selain dari Allah swt. Dan hanya Allah satu-satunya illah yang wajib disembah.
Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu'."(An-Nahl:36)

     "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'."(Al-Anbiya': 25)

     Setiap rasul selalu melalui dakwahnya dengan perintah tauhid uluhiyah. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib, dan lain-lain: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi-mu selainNya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85)

     "Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, 'Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya'." (Al-Ankabut: 16)

     Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam : "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (men-jalankan) agama'." (Az-Zumar: 11)

     Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sendiri bersabda: "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

     Kewajiban awal bagi setiap mukallaf adalah bersaksi laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), serta mengamalkannya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disem-bah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu...". (Muhammad: 19)

     Dan kewajiban pertama bagi orang yang ingin masuk Islam ada- lah mengikrarkan dua kalimah syahadat. Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adalah maksud dari dakwah para rasul. Disebut demikian, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah). Juga disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena keter-gantungan mereka kepadanya.

    Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. (An-Nisa': 48, 116)

     "...seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am:88)

     "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)

     Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". (An-Nisa': 36)

     "Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..."           (Al-Isra':23)

     "Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." (Al-An'am: 151)

2.3 CONTOH PENERAPAN TAUHID ULUHIYAH
1.    Berilmu (العلم).

Yang dimaksud adalah memiliki ilmu terhadap maknanya (kalimat Laa Ilaaha Illalloh) baik dalam hal nafy maupun itsbat dan segala amal yang dituntut darinya. Jika seorang hamba mengetahui bahwa Alloh ta’ala adalah semata-mata yang disembah dan bahwa penyembahan kepada selainnya adalah bathil, kemudian dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut.

Lawan dari mengetahui adalah bodoh, karena dia tidak mengetahui wajibnya mengesakan Alloh dalam ibadah, bahkan dia menilai bolehnya beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada-Nya, Alloh ta’ala berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ                            (محمد 19 )

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Alloh” (Muhammad 19)

إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ                  (الزخرف 86)

“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)”  (Az Zukhruf 86)
Maksudnya adalah: Siapa yang bersaksi sedangkan hati mereka mengetahui apa yang diucapkan lisan mereka


2. Yakin (اليقين).

Yaitu seseorang mengucapkan syahadat dengan keyakinan sehingga hatinya tenang didalamnya, tanpa sedikitpun pengaruh keraguan yang disebarkan oleh syetan-syetan jin dan manusia, bahkan dia mengucapkannya dengan penuh keyakinan atas kandungan yang ada didalamnya.

Siapa yang mengucapkannya maka wajib baginya meyakininya didalam hati dan mempercayai kebenaran apa yang diucapkannya yaitu adanya hak ketuhanan yang dimiliki Alloh ta’ala dan tidak adanya sifat ketuhanan kepada segala sesuatu selain-Nya. Juga berkeyakinan bahwa kepada selain Alloh tidak boleh diarahkan kepadanya ibadah dan penghambaan. Jika dia ragu terhadap syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain Alloh ta’ala, misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan Alloh ta’ala akan tetapi saya ragu akan bathilnya ketuhanan selain-Nya”, maka batal lah syahadatnya dan tidak bermanfaat baginya.
Alloh ta’ala berfirman:

إِنَّمَا اْلمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا   ( الحجرات: 15)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu ”  (Al Hujurat 15).



3. Menerima (القبول)

Maksudnya adalah menerima semua ajaran yang terdapat dalam kalimat tersebut dalam hatinya dan lisannya. Dia membenarkan dan beriman atas semua berita dan apa yang disampaikan Alloh dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun yang ditolaknya dan tidak berani memberikan penafsiran yang keliru atau perubahan atas nash-nash yang ada sebagaimana hal tersebut dilarang Alloh ta’ala.
Alloh ta’ala berfirman:

قُوْلُوا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا                             (البقرة 136)

“Katakanlah, kami beriman kepada Alloh dan apa yang diturunkan kepada kami”  (Al Baqarah 136)
        
   Lawan dari menerima adalah menolak. Ada sebagian orang yang mengetahui makna syahadatain dan yakin akan kandungan yang ada didalamnya akan tetapi dia menolaknya karena kesombongannya dan kedengkiannya.
Alloh ta’ala berfirman:

فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُوْنَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِيْنَ بِأَيَاتِ اللهِ يَجْحَدُوْنَ  (الأنعام 33)

“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Alloh”    (Al An’am 33)
         
   Termasuk dikatakan menolak, jika seseorang menentang atau benci dengan  sebagian hukum-hukum Syari’at atau hudud (hukum pidana Islam).
Alloh ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً          (البقرة: 208)

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya” (Al Baqarah 208)

4. Tunduk (الانقياد)

Yang dimasud adalah tunduk atas apa yang diajarkan dalam kalimat Ikhlas, yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta tidak membantah terhadap hukum-hukum Alloh.
Alloh ta’ala berfirman:

وَأَنِيْبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ                            ( الزمر 54)

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya …”  (Az Zumar 54)
     
       Termasuk juga tunduk terhadap apa yang dibawa Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam dengan diiringi sikap ridho dan mengamalkannya tanpa bantahan serta tidak menambah atau mengurangi. Jika seseorang telah mengetahui makna Laa Ilaaha Illalloh dan yakin serta menerimanya, akan tetapi dia tidak tunduk dan menyerahkan diri dalam melaksanakan kandungannya maka semua itu tidak memberinya manfaat. Termasuk dikatakan tidak tunduk juga adalah tidak menjadikan syariat Alloh sebagai sumber hukum dan menggantinya dengan undang-undang buatan manusia.

5. Jujur (الصـــدق)

Maksudnya  jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu terwujud maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab Alloh ta’ala dan sunnahnya.

Lawan dari jujur adalah dusta, jika seorang hamba berdusta dalam keimanannya, maka seseorang tidak dianggap beriman bahkan dia dikatakan munafiq walaupun mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat tersebut baginya tidak menyelamatkannya.
Termasuk yang menghilangkan sahnya syahadat adalah mendustakan apa yang dibawa Rasulullah atau mendustakan sebagian yang dibawanya, karena Alloh ta’ala telah memerintahkan kita untuk ta’at kepadanya dan membenarkannya dan mengaitkannya dengan ketaatan kepada-Nya.

6. Ikhlas (الإخـــلاص)

Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat yang murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud dari apa yang tampak dalam perkataan dan perbuatan yang semata-mata karena Alloh ta’ala dan karena mencari ridho-Nya. Tidak ada didalamnya kotoran riya’ dan ingin dikenal, atau tujuan duniawi dan pribadi, atau juga melakukan sesuatu karena kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya atau partainya dimana dia menyerahkan dirinya kepadanya tanpa petunjuk Alloh ta’ala.
Alloh ta’ala berfirman:

ألاَ لِلَّهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ                             (الزمر 3)

“Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik)” (Az Zumar 3)

وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ            (البينة 5)

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus”  (Al Bayinah 5)

Lawan dari ikhlas adalah Syirik dan riya’, yaitu mencari keridhoan selain Alloh ta’ala. Jika seseorang telah kehilangan dasar keikhlasannya, maka syahadat tidak bermanfaat baginya.

Alloh ta’ala berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْناَهاَ هَبَاءً مَنْثُوراً (الفرقان 23)

“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” (Al Furqon 23)
Maka dengan demikian tidak ada manfaat baginya semua amalnya karena dia telah kehilangan landasannya. 
Alloh ta’ala berfirman:

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءَ  وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ افْتَرَى إِثْما عَظِيْماً                (النساء 48)

“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Alloh, maka sengguh ia telah berbuat dosa yang besar” (An Nisa 48)

7. Cinta (المحـــبة)

Yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran dan konsekwensi yang terkandung didalamnya maka dia mencintai Alloh dan Rasul-Nya dan mendahulukan kecintaan kepada keduanya atas semua kecintaan kepada yang lainnya serta melakukan semua syarat-syaratnya dan konsekwensinya. Cinta terhadap Alloh adalah rasa cinta yang diiringi dengan rasa pengangungan dan rasa takut dan pengharapan.
Termasuk cinta kepada Alloh adalah mendahulukan apa yang Alloh cintai atas apa yang dicintai hawa nafsu dan segala tuntutannya, termasuk juga rasa cinta adalah membenci apa yang Alloh benci, maka dirinya membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka. Dia juga membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.

Termasuk tanda cinta adalah tunduk terhadap syariat Alloh dan mengikuti ajaran nabi Muhammad dalam setiap urusan.

Alloh ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهَ وَيَغْفِرْلَكُمْ  ذُنُوْبَكُمْ                                     (آل عمران 31)

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran 30)
Lawan dari cinta adalah benci. Yaitu membenci kalimat ini dan semua ajaran yang terkandung didalamnya atau mencinta sesuatu yang disembah selain Alloh bersama kecintaannya terhadap Alloh. Alloh ta’ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ       (محمد 9)

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Alloh (Al Quran) lalu Alloh menghapuskan (pahala-pahala) amal-amala mereka”  (Muhammad 9)
Contoh penerapan Tauhid Uluhiyah dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya kepada Allah, ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.

2.4 HAL YANG MEMBATALKAN TAUHID ULUHIYAH

1. Mengingkari rububiyah Allah atau sesuatu dari kekhususan-kekhususanNya, atau mengaku memiliki sesuatu dari kekhususan tersebut atau membenarkan orang yang mengakuinya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa', dan mereka sekali-kali tidak mempu-nyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (Al-Jatsiyah: 24)

2. Sombong serta menolak beribadah kepada Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barangsiapa yang enggan dari menyembahNya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepadaNya. Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal shalih, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan me-nambah untuk mereka sebagian dari karuniaNya.

Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain daripadaNya." (An-Nisa': 172-173)

3. Menjadikan perantara dan penolong yang ia sembah atau ia mintai (pertolongan) selain Allah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemadharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, 'Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah'. Katakanlah, 'Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya baik di langit dan tidak (pula) di bumi? Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)." (Yunus: 18)

"Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang meraka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do'a (ibadah) orang-orang itu, hanyalah sia-sia belaka." (Ar-Radu: 14)

4. Menolak sesuatu yang ditetapkan Allah untuk diriNya atau yang ditetapkan oleh RasulNya.
Begitu pula orang yang menyifati seseorang (makhluk) dengan sesuatu sifat yang khusus bagi Allah, seperti ilmu Allah. Termasuk juga menetapkan sesuatu yang dinafikan Allah dari diriNya atau yang telah dinafikan dariNya oleh RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam.

Allah berfirman kepada Rasulnya: "Katakanlah, Dialah Allah, yang Mahaesa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (Al-Ikhlas: 1-4)

"Hanya milik Allah asma' husna , maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma' husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan." (Al-A’raf: 180)

"Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepadaNya. Apakah kamu mengetahui ada seseorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?" (Maryam: 65)

5. Mendustakan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tentang sesuatu yang beliau bawa.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulNya); kepada mereka telah datang rasul-rasulNya dengan mambawa mu'jizat yang nyata, zubur, dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku adzab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaanKu." (Fathir: 25-26)

6. Berkeyakinan bahwa petunjuk Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam tidak sempurna atau menolak suatu hukum syara' yang telah Allah turunkan kepadanya, atau meyakini bahwa selain hukum Allah itu lebih baik, lebih sempurna dan lebih memenuhi hajat manusia, atau meyakini kesamaan hukum Allah dan RasulNya dengan hukum yang selainnya, atau meyakini dibolehkannya berhukum dengan selain hukum Allah.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak ber-hakim kepada thagut itu, padahal mereka telah diperintah meng-ingkari thagut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (An-Nisa': 60)

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa': 65)

"Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44)

7. Tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu tentang kekafiran mereka, sebab hal itu berarti meragukan apa yang dibawa oleh baginda Rasul Shalallaahu alaihi wasalam.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "…dan mereka berkata, Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya." (Ibrahim: 9)

8. Mengolok-olok atau mengejek-ejek Allah atau Al-Qur'an atau agama Islam atau pahala dan siksa dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam atau seorang nabi, baik itu gurauan maupun sungguhan.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, 'Sesung-guhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah, 'Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman." (At-Taubah: 65-66)

9. Membantu orang musyrik atau menolong mereka untuk memusuhi orang muslim.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi pemimpin yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesung-guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." (Al-Maidah: 51)

10. Meyakini bahwa orang-orang tertentu boleh keluar dari ajaran Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau.
Allah berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu." (Al-Maidah: 3)

11. Berpaling dari agama Allah, tidak mau mempelajarinya serta tidak mau
mengamalkannya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As-Sajdah: 22)

12. Mengadakan persekutuan (syirik) dalam beribadah kepada Alloh ta’ala (An Nisa 116). Termasuk dalam hal ini, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada orang mati serta bernadzar dan menyembelih qurban untuk mereka.

13. Siapa yang menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai perantara kepada Alloh, memohon kepada mereka  syafaat, serta sikap tawakkal kepada  mereka, maka berdasarkan ijma’ dia telah kafir.

14. Siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau menyangsikan kekafiran mereka, bahkan membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir.

15. Berkeyakinan bahwa petunjuk selain yang datang dari Nabi Muhammad sollallohu ‘alihi wa salam lebih sempurna dan lebih baik. Menganggap suatu hukum atau undang-undang lainnya lebih baik dibandingkan syariat Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam, serta lebih mengutamakan hukum taghut (buatan manusia) dibandingkan ketetapan Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam .

16.  Membenci sesuatu yang datangnya dari Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam, meskipun diamalkannya.  (Muhammad  9)

17.  Siapa yang mengolok-olok sebagian dari Din yang dibawa Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam, misalnya tentang pahala atau balasan yang akan diterima maka dia telah kafir.  (At-Taubah 65-66)

18.  Melakukan sihir, diantaranya “As-sharf” (mengubah perasaan seorang laki-laki menjadi benci kepada istrinya) dan “Al Athaf” (Menjadikan seseorang senang terhadap apa yang sebelumnya dia benci/pelet) atas bantuan syeitan.
      “Siapa yang melakukan kegiatan sihir atau ridha dengannya maka dia kafir” (Al Baqarah 102)

19.  Mengutamakan orang kafir serta memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang musyrik lebih dari pada pertolongan dan bantuan yang diberikan kepada kaum muslimin. (Al Maidah 5)

20. Beranggapan bahwa manusia bisa leluasa keluar dari syariat Muhammad . (Ali Imron 85)

21. Berpaling dari Dinullah, baik karena dia tidak mau mempelajarinya atau karena tidak mau mengamalkannya.





Disqus Comments