Sabtu, 24 Desember 2016

Nasakh dan mansukh dalam Alqur’an, Pengertian & Pembahasan Lengkap



Nasakh dan mansukh dalam Alqur’an

Secara umum maqashid al-tasyril adalah untuk kemaslahatan manusia.maka dalam pembentukan kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan adanya nasakh mansukh terhadap beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang sesuai dengan tuntutan realitas zaman,waktu dan kemaslahatan manusia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa nasakh mansukh terjadi karena Alqur’an diturunkan secara beragsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya. Oleh karena itu lebih baik mengetahui ilmu nasakh dan mansukh dalam Alqur’an.




Pengertian nasakh secara bahasa adalah menghilangkan atau meniadakan . Dalam Alqur’an dinyatakan :

Artinya: Kemudian Allah meniadakan atau menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan,lalu Allah memperkuat ayat-ayat-Nya. Allah maha mengetahui dan mahabijksana (Q.S Al Hajj:52).
Pengertian nasakh secara Istilah adalah:

A.    Menurut ulama Mutaqaddimin, Nasakh adalah mengangkat hokum syar’i (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (kitab) syara’ yang lain.
Misalnya,dikeluarkannya hukum syar’I dengan berdasarkan kitab syara’ dari seseorang karena dia mati atau gila. Contoh tentang waris,dimana hukum waris dinasakhkan oleh hukum wasiat ibu bapak dan karib kerabat.

B.    Menurut ulama mutaakhirin adalah sebagaimana diungkapkan Quraish Shihab:”Nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang dating kemudian,guna membatalkan,mencabut atau menyatakan berakhirnya pemberlakuan hukum yang terdahulu,hingga ketentuan hukum yang ada yang ditetapkan terakhir.

Pendapat ulama tentang nasakh dan mansukh

Ada tidaknya nasakh mansukh dalam alquran sejak dahulu diperdebatkan para ulama. Adapun sumber perbedaan pendapat tersebut adalah berawal dari pemahaman mereka tentang ayat:
Artinya:Seandainya Alquran ini datangnya bukan dari Allah, niscaya mereka akan menemukan kontradiksi yang sangat banyak. (Q.S An-Nisa’:82)

Dengan memperhatikan ayat diatas, ulama sepakat bahwa dalam Alquran tidak teerdapat wahyu yang bertentangan secara hakiki.Selanjutnya dalam menghadapi ayat yang secara pintas dinilai kontradiksi, maka ada dua pendapat ulama yang harus diperhatikan yaitu:

1.Nasakh secara logika Bukan dengan syara”
Pendapat ini dianut oleh Abu Muslim Al-Ashifani dkk. Menurut kelompok ini apabila ada ayat yang secara sepintas dinilai kontradiksi tidak diselesaikan dengan jalan nasakh,tapi dengan jalan Takhsis. Menurut Abu Muslim dkk,Alquran adalah syari’at yang muhkam tidak ada yang mansukh. Alquran menyatakan
Artinya: Tidak dating kepadanya kebathilan Alquran baik depan atau dari belakang yang diturunkan dari sisi Tuhan yang mahabijaksana lagi maha terpuji. (Q.S Fushilat:42)




2. Nasakh Secara Logika dan Syara’.

Pendapat ini dianut oleh jumhur ulama.Menurut mereka ayat nasakh dan mansukh tetap berlaku,akan tetapi dari segi hukumyang berlaku menyeluruh hingga waktu tertentu tidak dapat dibatalkan kecuali oleh syar’i.
Pendapat lain lagi menyatakan bahwa perbuatan Allah itu mengikuti kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.Jadi jika Allah menyuruh pasti didalamnya ada kemaslahatan dan jika Dia melarangnya pasti disana ada kemudharatan.Kemaslahatan itu dapat berubah karena perbahan masa,oleh karena itu Allah dapat saja melarang atau menyuruh melakukan sesuatu perbuatan karena ada kemaslahatannya.

3. Pembagian Naskah

a. Nasakh Alquran dengan Alquran. Hal ini disepakati ole ulama yang mengatakan adana nasakh mansukh. Sebagaimana keterangan dimuka.

b. Nasakh Alquran dengan sunnah. Ini terbagi dua:
* Nasakh Alquran dengan hadis Ahad
* Nasakh Alquran dengan hadis Mutawatir

c. Nasakh sunnah dengan Alquran.
Hal seperti ini dibolehkan oleh jumhur sebagaimana contoh dimuka. Namun ditolak oleh Syafi’i. Menurutnya apa yang ditetapkan Sunnah tentu didukung dengan ayat Alquran. Ini karena antara Al-Kitab dan Al-Sunnah harus sejalan dan tidak bertentangan.

d. Nasakh Sunnah dengan Sunnah. Dalam kategori ini terdapat empat bentk:
* Nasakh Mutawatir dengan Mutawatir
* Nasakh Ahad dengan Ahad
* Nasakh Ahad dengan Mutawatir
* Nasakh Mutawatir dengan Ahad

4. Macam-macam Nasakh dalam Alquran
Nasakh tilawah dan hukum

Maskudnya, hukumnya nasakh ayatnya juga nasakh. Misalnya tentang kawin mut’ah. Rasulullah membolehkan mut’ah denga perintah Allah pada tahun penaklukan mekah , kemudian melarangnya dengan tegas pada masa perang Khaibar,yaitu pada bulan Shafar ke-7 H.
•    Nasakh hukum, tilawahnya tetap.
Masksudnya,hukumnya nasakh ayatnya masih ada.
•    Nasakh tilawah, Hukumnya tetap.
Maksudnya, ayatnya nasakh hukumnya masih ada.

Al-Munasabah
Pengertian menurut bahasa artinya keserasian dan kedekatan.Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan (Menggarisbawahi As-Suyuthi) bahwa munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat,surah,dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan.Hubungan tersebut dapat berbentuk keterkaitan makna antar ayat dan macam-macam hubungan,atau kemestian dalam pikiran (nalar).
Macam-macam munasabah
•    Munasabah antara suatu surah dengan surah lainnya
pada bagian ini ada beberapa macam munasabah,yaitu:
a. Munasabah antara  kandungan suatu ayat dalam suatu surah dengan suatu ayat pada    surah sesudahnya.
b. Munasabah antara surah dalam bentuk tema sentral.
c. Munasabah antara ayat terakhir dalam suatu surah dengan ayat pertama dalam surah berikutnya
d. Munasabah karena adanya keterkaitan atau adanya suatu peristiwa.

•    Munasabah dalam Satu Surah
a. Munasabah kalimat dengan kalimat
b. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surah
c. Munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat dalam satu surah
d. Munasabah antara uraian awal ayat dengan akhir ayat dalam satu surah

•    Munasabah Antara nama surah denga isi yang dikandungnya

Fungsi ilmu Al-Munasabah




-    Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat,ayat-ayat,dan surah-surah dalam Alquran.

-    Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Alquran saling berhubungan sehingga tampak menjadi suatu rangkaian yang utuh dan integral
-    Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat beriutnya
-    Untuk menjawab kritikan orang luar terhadap sistematika Alquran

Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih
Ayat-ayat yang terkandung dalam Alquran adakalaya berbentuk lafadz,ungkapan,dan uslub yang berbeda tetapi artinya tetap satu , sudah jelas maksudnya sehingga tidak menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya.

Pengertian Muhkan dan Mutasyabih

1.    Menurut As-Suyuthi Muhkam  adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya

2.    Menurut Imam Ar-Razi Muhkam adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat baik maksud maupun  lafadznya, sedangkan Mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalalahnya lemah, masih bersifat mujmal, memerlukan takwil,dan sulit dipahami.

3.    Menurut Manna’ Al-Qaththan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu ,ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain

Dapat disimpulkan ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas baik,lafaz maupun masksudnya tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya, sedangkan ayat mutasyabihat ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang teradapat dalam Alquran yang masih belu jelas maksudnya,hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat mujmal(global) dia membutuhkan rincian lebih dalam. Kitaa dapat mengatakan bahwa semua ayat dalam Alquran itu muhkam jika maksudmuhkam disana adalah kuat dan kokoh, tetapi kita dapat pula mengatakan bahwa semua ayat itu adalah mutasyabih jika maskud mutasyabih itu adalah kesamaan ayat-ayatnya dalam hal balaghah dan I’jaznya.
Disqus Comments