Pengertian iman
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Malaikat Jibril tentang iman, Beliau menjawab:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Artinya: “(Iman itu adalah) kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim).
Iman dalam Al-Qur’an maksudnya membenarkan dengan penuh Keyakinan bahwa Allah SWT mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwa-Nya Al-Qur’an adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya.
Iman dalam Hadits maksudnya iman yang merupakan pembenaran batin. Rasullallah menyebutkan hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya.
Iman secara istilah artinya pengikraran di lisan, pembenaran di hati dan pengamalan dengan anggota badan.Pengikraran di lisan misalnya mengucapkan kalimat syahadatain.Pembenaran di hati adalah dengan tidak ragu-ragu, ikhlas mengucapkannya, jujur hatinya, mencintai dan menerima apa yang diikrarkan oleh lisannya.Sedangkan pengamalan dengan anggota badan adalah mengamalkan konsekwensi syahadatain yang telah diiqrarkan.
Konsekwensi dari syahadat Laailaahaillallah adalah meniadakan sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah saja. Contoh ibadah adalah berdo’a, ruku’ dan sujud, meminta pertolongan dan perlindungan, tawakkal dan berkurban. Ini semua harus ditujukan kepada Allah saja.Sedangkan konsekwensi dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah menaati perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan sabdanya dan beribadah kepada Allah sesuai contohnya.
Rukun iman terbagi oleh 6 perkara :
1.Iman kepada Allah SWT
2.Iman kepada Malaikat
3.Iman kepada Kitab Allah
4.Iman kepada Rasul Allah
5.Iman kepada Hari Kiamat
6.Iman kepada Qada dan Qadar
1. Iman kepada Allah SWT
Yaitu percaya kepada Allah, orang yang beriman kepada Allah akan mendapatkan ketenangan jiwa yang muncul dari kalbu secara ikhlas. Adapun yang utama kita beriman kepada Allah yaitu kita menyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 175 :
فَاَمَّاالَّذِيْنَ اٰمَنُوْابِاللەِوَ١عْتَصَمُوْابِهٖ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِيْ رَحْمَةٍمِّنْهُ وَفَضْلٍۙ وَّيَهْدِ يْهِمْ اِلَيْهِ صِرَاطًامُّسْتَقِيْمًا۱۷۵
Artinya :
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya”. (QS. An-Nisa:175).
2. Iman kepada para Malaikat
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat yang diciptakannya dari cahaya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah ,mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan.
Apapun yang Allah perintahkan mereka langsung melaksanakannnya. Mereka bertasbih siang malam tanpa henti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai perintah Allah sebagaimana disebutkan dalam riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadist. Jadi setiap pergerakan dilangit dan bumi berasal para malaikat yang ditugasi disana, sebagai pelaksanaan perintah Allah. Maka wajib mengimani secara tafshil (terperinci) , para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
Pengertian Malaikat
Secara etimologis kata Malaikat adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari al-alukah artinya ar-risalah (missi atau pesan). Secara terminologis Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan sifat-sifat tertentu. Jumlah Malaikat yang wajib kita tahu ada sepuluh dengan masing-masing tugas yang Allah berikan kepadanya.
3. Iman kepada Kitab-kitab
Yaitu meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul,yang benar-benar merupakan kalam (firman,ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk, apa yang dikandungnya adalah benar.
Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat didalamnya. Al-Qur’an merupakan tolak ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan dan bukan makhluk yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
Adapun kitab-kitab yang wajib kita tahu ada empat yaitu:
•Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS.
•Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS.
•Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud AS.
•Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
4. Iman kepada para Rasul
Secara etimologis Nabi berasal dari na-ba artinya ditinggikan, atau dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. Dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Setelah dibentuk menjadi Rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang Rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah SWT. untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah SWT. untuk menerima wahyu. Apabila tidak diiringi dengan kewajiban menyampaikan atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut Nabi saja. Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu maka dia disebut juga Rasul. Adapun jumlah Nabi dan sekaligus Rasul ada dua puluh lima orang.
5. Iman kepada Hari Kiamat
Yang dimaksud hari akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia fana ini berakhir, termasuk semua proses dan peristiwa yang terjadi pada Hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta dan seluruh isinya, serta berakhirnya seluruh kehidupan (Qiyamah), kebangkitan seluruh umat manusia dari dalam kubur (Ba’ats), dikumpulkannya seluruh umat manusia di padang mahsyar (Hasyr), perhitungan seluruh amal perbuatan manusia di dunia (Hisab), penimbangan amal perbuatan tersebut untuk mengetahui perbandingan amal baik dan amal buruk (Wazn), sampai kepada pembalasan dengan surga atau neraka (Jaza’).
Firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 187 :
يَسْٸَلُوْنَكَ عَةِاَيَّانَ مُرْسٰهَاۗقُلْ اِنَّمَاعِلْمُهَاعِنْدَرَبِّيْۚ لاَيُجَلِّيْهَالِوَقْتِهَآاِلَّاهُوَۘثَقُلَتْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗلَاتَأْتِيْكُمْ اِلَّابَغْتَةً ۗيَسْئَلُوْنَكَ كَاَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَاۗ
Arinya:
“Mereka menanyakan kepadamu tentang hari kiamat:”Bilakah terjadinya?” Katakanlah : Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku,tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain dia.Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi.Kiamat itu tidak akan datang kepada melainkan yang tiba-tiba.(QS Al-A’raf:187).
6. Iman kepada Qadha dan Qadar
Secara etimologis Qadha adalah bentuk masdhar dari kata kerja qadha yang berari kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hali ini Qadha adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah SWT. terhadap segala sesuatu. Sedangkan Qadar secara etimologis adalah bentuk masdhar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal ini Qadar adalah ukuran atau ketentuan Allah SWT. terhadap segala sesuatu. Secara terminologis ada ulam yang berpenapat kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, dan ada pula ynag membedakannya.
Yang membedakan, mendefinisikan Qadar sebagai: “Ilmu Allah SWT. Tentang apa-apa yang akan terjadi pada seluruh makhlukNya pada masa yang akan datang”. Dan Qadha adalah: “Penciptaan segala sesuatu oleh Allah SWT. Sesuai dengan ilmu dan IradahNya”.
B. Hal - hal yang membatalkan iman
Pembatal iman atau “nawaqidhul iman” adalah sesuatu yang dapat menghapuskan iman sesudah iman masuk didalamnya yakni antara lain:
1. Mengingkari rububiyah Allah atau sesuatu dari kekhususan- kekhususan-Nya, atau mengaku memiliki sesuatu dari kekhususan tersebut atau membenarkan orang yang mengakuinya.
2. sombong serta menolak beribadah kepada Allah
3. menjadikan perantara dan penolong yang ia sembah atau ia mintai (pertolongan) selain Allah.
4. menolak sesuatu yang ditetapkan Allah untuk diriNya atau yang ditetapkan oleh RasulNya.
5. mendustakan Rasulullah.
6. mengolok-olok atau mengejek-ejek Allah atau Al-Qur’an atau agama Islam atau pahala dan siksa yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasullullah atau seorang Nabi, baik itu gurauan maupun sungguhan, dan lain sebagainya.
C. Pengaruh iman dalam kehidupan sehari-hari
1. Menghiasi diri orang yang beriman dengan budi pekerti yang baik, jauh dari kehidupan dan hal-hal yang tidak berguna. Sebagaimana Allah berfirman “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Karni berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah rnasyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 122)
2. Menjadi sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya. Menjadi sumber kebahagiaan bagi masyarakat, kerana ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, merapatkan tali kekeluargaan dan membersihkan perasaan-perasaan dari sifat-sifat tercela. Sebagaimana firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
3. Sucinya hati dan kejernihan jiwa dari persangkaan-persangkaan, khurafat dan takhayul. Dengan begitu ia akan jernih dan bersih sesuai fitrahnya, keadaannya akan meningkat dengan karamah yang ada padanya. Maka setiap rasa tunduk dan khusyu’ di dalamnya untuk menyatukan arah kepada Penciptanya, yang memiliki karunia atas dirinya dan atas seluruh makhluk, serta menjamin kepentingan mereka semua.
Bilamana ia merasakan pada dirinya keutuhan penciptaan dan tenjaminnya rezeki maka sirnalah (lenyaplah) ikatan-ikatan takhayul, takut dan harapannya dari makhluk lain, baik para pembesar manusia maupun bayangan menakutkan yang diciptakan oleh daya khayal yang disangka ada pada benda-benda langit (planet dan binatang), pepohonan, bebatuan dan sejenisnya, atau kuburan dari ahli kubur yang dikeramatkan. Maka dengan iman itu ia akan bergantung kepada Allah, Tuhan Yang Maha haq, dan akan berpaling dari yang selain-Nya. Maka bersatulah manusia dalam ketergantungan (ta’alluq) dan tujuan (hadaf), serta hilanglah dorongan-dorongan untuk bersaing dan berselisih.
4. Menampakkan kemuliaan (izzah) dan kekebalan (mana’ah). Orang yang beriman percaya bahwa dunia adalah mazra’atul akhirah (ladang untuk akhirat), seperti dalam firman Allah, “Dan dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah: 110) “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, nescaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, nescaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8).
Dan ia mengimani bahwa apa yang ditakdirkan luput darinya, tidak akan mengenainya, dan apa yang ditakdirkan menimpanya pasti mengenainya. Dengan itu, terhapuslah dari dalam hatinya terhadap perihal kekhuwatiran dari segala macam rasa takut. Maka dia tidak akan rela kehinaan dan kerendahan untuk dirinya, ia tidak akan tinggal diam atas kekalahan dan penindasan. Dari sini kita mengetahui dengan jelas bagaimana tugas-tugas berat dan agung mampu ditempuh melalui tangan Rasulullah dan juga tangan-tangan para sahabatnya.
Sesungguhnya kekuatan bumi semuanya tidak mampu menghadang di depan orang yang hatinya dipenuhi oleh pancaran iman, amalnya didasarkan pada pengawasan Allah dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan akhirnya. Kita juga memahami bagaimana para rasul dan para nabi di mana mereka sendirian menghadapi kaum dan umatnya yang bersatu, mereka tidak mempedulikan jumlah manusia dan kekuatannya. Dalam Sejarah Nabi Ibrahim dan Hud terdapat sikap yang dapat menjelaskan dan menampakkan kekuatan iman yang sebenarnya.
5. Berhias dengan akhlak mulia. Sesungguhnya iman seseorang kepada suatu kehidupan sesudah kehidupan duniawi ini dan di sana akan dibalas segala perbuatan akan membuat dia merasa bahawa hidupnya mempunyai tujuan dan makna yang tinggi; suatu perkara yang dapat mendorongnya untuk berbuat baik, berbudi luhur dan berhias dengan keutamaan, menjauhi kejahatan dan melepas pakaian kehinaan. Dengan begini akan terwujudlah peribadi yang utama dan masyarakat yang mulia serta negara yang makmur.
6. Bersemangat, giat serta rajin bekerja. Sesungguhnya orang yang beriman kepada qadha’ Allah dan qadar-Nya, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat, mengerti nilai amal, kedudukan dan keutamaannya, ia akan mengetahui bahawa di antara taufik Allah bagi manusia adalah petunjuk-Nya untuk mengupayakan sebab-sebab yang dapat menghantarkan kepada tujuan.
Dan dia tidak akan berputus-asa apabila ada sesuatu yang tidak dia capai, sebagaimana dia tidak akan lupa diri dan sombong apabila berhasil meraih keuntungan dunia, sebagai wujud dan iman kepada firman Allah s.w.t., “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan din.” (Al-Hadid: 22-23)