Sabtu, 24 Desember 2016
Alquran & Fungsinya di Dala Kehidupan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim diseluruh penjuru pelosok dunia. Yang menjamin kebahagiaan bagi setiap penganutnya di dunia maupun di akhirat kelak. Ia mempunyai sendi yang sangat esensial yaitu Al-Quran yang berfungsi untuk memberi petunjuk kepada jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, “sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya” (QS. 17:9).
Tak dapat dipungkiri, bahwa apabila hendak bahagia bersama Islam, penganutnya harus dekat dengan Al-Quran. Dalam artian yang lebih luas menegenal Al-Quran. Memperhatikan dan mempelajari Al-Quran, “tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup” (QS. 47:24).
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Alquran? Dan apa fungsinya dalam kehidupan?
b. Bagaimana fungsi Alquran sebagai sumber hukum
c. Apa perbedaan Alquran, Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi
d. Apa makna wahyu dan apa saja kemungkinan wujudnya wahyu?
e. Bagaimana cara wahyu Allah sampai kepada Malaikat-Nya?
f. Menjelaskan bagaiman cara wahyu Allah sampai kepada Rasul-Nya?
g. Apa saja subhat yang dilontarkan oleh orang yang menolak wahyu dan apa bantahannya?
1.3. Tujuan
a. Menjelaskan tentang Alquran dan fungsinya dalam kehidupan.
b. Menjelaksan fungsi Alquran sebagai sumber hukum
c. Memberitahukan perbedaan Alquran, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
d. Menjelaskan makna wahyu dan kemungkinan wujudnya wahyu
e. Menjelaskan bagaimana cara wahyu Allah sampai kepada Malaikat-Nya
f. Menjelaskan bagaimana cara wahyu Allah sampai kepada Rasul-Nya
g. Menjelaskan Syubhat yang dilontarkan oleh orang yang menolak adanya wahyu serta bantahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Alquran dan Fungsinya di dalam Kehidupan
Secara bahasa Al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. “Bacaan Sempurna” (Quraish Shihab, 1993), yaitu suatu nama pilihan Allah yang sangat tepat, karena tiada satu bacaan pun didunia ini yang sebanding dengan bacaan Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an senantiasa dibaca dan dimusabaqahkan dalam berbagai kalangan dan tingkatan umur.
Kata “Al-Qur’an” yang berarti bacaan itu diterangkan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, antara lain:
إِنَّ عَلَيۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ ١٧ فَإِذَا قَرَأۡنَٰهُ فَٱتَّبِعۡ قُرۡءَانَهُۥ ١٨
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiamah : 17-18)
كِتَٰبٞ فُصِّلَتۡ ءَايَٰتُهُۥ قُرۡءَانًا عَرَبِيّٗا لِّقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ٣
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. (QS. Al-Fushilat: 3)
Kata Al-Qur’an juga dijadikan nama kitab Allah yang terakhir yang di turunkan kepada Nabi yang terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Sekaligus menjadi Mu’jizat kepadanya untuk disampaikan kepada ummatnya, sebagai pedoman dalam kehidupan.
Secara istilah ada beberapa pengertian Al-Qur’an, yaitu:
Ø Menurut Syekh Muhammad Abduh.
“Al-kitab yakni Al-Qur’an ialah bacaan yang telah tertulis dalam mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat islam.”
Ø Menurut Muhammad Abd. Azim Az-Zarqani
Al-Qur’an ialah kitab yang menjadi mu’jizat yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Tertulis dalam mushaf dan disampaikan secara mutawatir.
Ø Menurut Syeikh Muhammad Khudari Beik
Al-Qur’an ialah firman Allah yang berbahasa arab di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Untuk dipahami isinya dan di ingat selalu, disampaikan kepada kita secara mutawatir, di tulis dalam mushaf dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Naas.
Dari beberapa pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa Al-Qur’an mempunyai beberapa unsar lain yaitu:
a. Wahyu atau kalam Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw.
c. Diturunkan secara mutawatir.
d. Merupakan bacaan mulya dan yang membaca dinilai ibadah.
e. Tertulis dalam mushaf-mushaf, yang dimulai dari surat Al-fatihah dan diakhiri surat An-Naas.
f. Lafalnya berbahasa arab, sesuai dengan bahasa Nabi Muhammad saw.
g. Senantiasa terpelihara dari berbagai bentuk kesalahan dan pemalsuan.
Dengan demikian Al-Qur’an adalah kalam Allah yang disampaikan dalam bahasa arab, diturunkan secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai mu’jizat, disampaikan kepada kita penganutnya secara mutawatir yang telah tertulis dalam Mushaf Usmani dan telah dihafalkan oleh ummat-umat Nabi sejak masanya dulu.
Al-Qur’an diturunkan memiliki beberapa fungsi, Drs. Musyfuk Zuhdi mengemukakan ada empat fungsi pokok yaitu :
a. Sebagai Mu’jizat Nabi Muhammad saw.
b. Sebagai sumber dari segala hukum islam.
c. Sebagai hakim tertinggi (pemutus terakhir atau korektor).
Al-Qur’an memberikan keputusan terakhir dan benar terhadap segala masalah yang diselisihkan oleh umat islam dan pemimpin-pemimpin agama dari bermacam-macam agama. Dan sekaligus memberikan korelasi terhadap kepercayaan- kepercayaan, pandangan dan anggapan yang salah atau keliru dikalangan umat manusia atau umat beragama semenjak sejak ia turun hingga di akhir zaman. Seperti telah memberikan korelasi terhadap ketuhanan Yesus dan trinitas.
d. Sebagai penguat kebenaran adanya agama Allah sebelum Nabi Muhammad saw.
Al-Qur’an telah membenarkan dan mengokohkan tentang adanya Nabi/Rosul dan kitab sebelumnya. Hanya saja ajaran rosul dan kitab sebelumnya itu sudah banyak yang dirubah atau yang diselewengkan oleh manusia, sehingga tidak ada keorsinilan lagi. Karenanya ajarannya banyak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan akal sehat.
2.2. Alquran sebagai Sumber Hukum
Ayat Al-Qur’an merupakan dalil (petunjuk) kepada kalam nafsi Allah. Dari segi ini, ayat-ayat Al-Quran popular dikenal sebagai dalil-dalil hukum karena merupakan petunjuk kepada hukum yang dikandung oleh kalam nafsi Allah. Oleh karena yang dapat dijangkau oleh manusia hanyalah kalam lafzi Allah dalam bentuk ayat-ayat Al-Qur’an, maka popular di kalangan ahli-ahli Ushul Fiqh bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah teks-teks ayat hukum itu sendiri yang mengatur amal perbuatan manusia. Al-Qur’an adalah kalam
Allah Yang Maha Kuasa, pencipta segala sesuatu dari ketiadaan.
Al-Qur’an dalam kajian Ushul Fiqh merupakan objek pertama dan utama pada kegiatan penelitian dalam memecahkan suatu hukum. Apa yang menjadi kewajiban manusia adalah untuk berpegang teguh pada kitab suci yang Allah turunkan ini, dan menerimanya sebagai satu-satunya petunjuk hidup. (Moenawar Kholil, 1994: 141-142)
Diantara ciri-ciri khas Al- Quran ialah bahwa ia diturunkan dari Tuhan dengan pengertian dan kata-kata Arabnya seperti yang disebut oleh Al-Quran sendiri :
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ قُرۡءَٰنًا عَرَبِيّٗا لَّعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ٢
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.(QS. Yusuf:2)
Ciri khas ini menyebabkan Al-Quran berbeda dari wahyu Tuhan kepada Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Juga menyebabkan ia berbeda dengan hadist-hadist Rasul, karena untuk Hadits-hadist hanya pengertiannya saja yang diilhamkan dari Tuhan, sedang kata-katanya adalah dari rasul sendiri.
Ciri khas lain ialah bahwa Al-Quran diriwayatkan dengan bertubi-tubi, masa demi masa, keturunan demi keturunan, tanpa mengalami perubahan atau pemalsuan sama sekali seperti yang dijadikan oleh Tuhan :
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ ٩
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Cara periwayatan demikian menimbulkan keyakinandan kepastian tentang kebenaran Al-Quran dari Tuhan yang mengharuskan kita untuk memakai ketentuan-ketentuannya, dengan tidak boleh digantikan dengan ketentuan-ketentuan lain. Keadaan ini disebut qath’ijjul-wurud. Akan tetapi dari segi-segi pengertian dan maksud sesuatu ayat Al-Quran, maka kadang-kadang menimbulkan keyakinan tentang kepastian pengertian yang dituju, seperti kata-kata “nisfu” yang tidak bisa diartikan lain kecuali “separo”. Keadaan ini disebut qath’ijjud-dalalah. Kadang-kadang hanya menimbulkan dugaan kuat pada diri kita tentang kepastian pengertian yang dituju, seperti kata-kata, qurun yang bisa diartikan “haid” atau “suci”. (A Hanafi, 1970)
2.3. Perbedaan Alquran, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan dari segi bahasa dan makna adalah sebagai berikut.
• Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa dan maknanya langsung dari Allah swt
• Hadis Qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah swt., sedangkan bahasanya dari Nabi saw.
• Hadis Nabawi adalah bahasa dan maknanya dari Nabi saw.
Perbedaan dari segi periwayatan adalah sebagai berikut :
• Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja sebab dapat mengurangi kemu’jizatannya
• Hadis qudsi dan hadis nabawi boleh diriwayatkan dengan maksudnya saja. Yang terpenting dalam hadis adalah penyampaian maksudnya.
Perbedaan dari segi kemukjizatan adalah sbb :
• Al-Qur’an, baik lafal maupun maknanya merupakan mukjizat.
• Hadis qudsi dan hadis nabawi bukan merupakan mukjizat
Perbedaan dari segi nilai membacanya adalah sebagai berikut :
• Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca, baik pada waktu shalat (surah al-fatihah) maupun di luar shalat sebagai ibadah, baik orang yang membacanya itu mengerti maksudnya maupun tidak
• Hadis qudsi dan hadis nabawi dilarang dibaca ketika shalat dan membacanya tidak bernilai ibadah. Yang terpenting dalam hadis adalah untuk dipahami, dihayati dan diamalkan.
2.4. Makna Wahyu dan Kemungkinan Wujudnya Wahyu
Wahyu secara bahasa adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat. Bisa juga disebut sebagai ilham naluriah pada hewan dan binatang.
Wahyu menurut agama diambil dari akar kata waha-yahi-wahyan yang secara harfiah berarti suara, api, kecepatan, bisikan, rahasia, isyarat, tulisan, dan kitab.
Di dalam Alquran wahyu digunakan beberapa pengertian. Diantaranya:
a. Wahyu dalam arti ilham (intrinsik atau intuisi) seperti dalam ayat.
وَأَوۡحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحۡلِ أَنِ ٱتَّخِذِي مِنَ ٱلۡجِبَالِ بُيُوتٗا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعۡرِشُونَ ٦٨
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia".(QS. An-Nahl: 68)
Seperti yang diberikan kepada Ibunda Nabi Musa AS
وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ أُمِّ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَرۡضِعِيهِۖ فَإِذَا خِفۡتِ عَلَيۡهِ فَأَلۡقِيهِ فِي ٱلۡيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحۡزَنِيٓۖ إِنَّا رَآدُّوهُ إِلَيۡكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٧
Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.(QS. Al-Qashash: 7)
Para ulama berpendapat bahwa inilah yang disebut ilham insting yang dimiliki binatang, yaitu dengan cara yang hanya diketahui oleh Allah secara gaib.
b. Wahyu dalam arti isyarat dengan cepat, seperti dalam firman Allah SWT.
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ مِنَ ٱلۡمِحۡرَابِ فَأَوۡحَىٰٓ إِلَيۡهِمۡ أَن سَبِّحُواْ بُكۡرَةٗ وَعَشِيّٗا ١١
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang (QS. Maryam: 11)
c. Wahyu dalam arti bisikan atau bujukan seperti dalam ayat:
وَلَا تَأۡكُلُواْ مِمَّا لَمۡ يُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقٞۗ وَإِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوۡلِيَآئِهِمۡ لِيُجَٰدِلُوكُمۡۖ وَإِنۡ أَطَعۡتُمُوهُمۡ إِنَّكُمۡ لَمُشۡرِكُونَ ١٢١
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS. Al-An’am: 121)
d. Wahyu dengan arti pemberitahuan Allah kepada Malaikat, seperti dalam firman Allah”
إِذۡ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ أَنِّي مَعَكُمۡ فَثَبِّتُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْۚ سَأُلۡقِي فِي قُلُوبِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱلرُّعۡبَ فَٱضۡرِبُواْ فَوۡقَ ٱلۡأَعۡنَاقِ وَٱضۡرِبُواْ مِنۡهُمۡ كُلَّ بَنَانٖ ١٢
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka(QS. Al-Anfal: 12)
Menurut Syekh Muhammad Abduh:
Wahyu adalah “Pengetahuan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan yang penuh, bahwa pengetahuan itu datang (berasal) dari Allah SWT, baik (penyampaiannya itu) melalui perantara atau tidak”.
Wahyu adalah “Isyarat yang cepat”. Al Wahy atau wahyu adalah kata masdar yang menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu tersembunyi dam cepat, atau bisa berati: Pemberitahuan secara sembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberi tahu tanpa diketahui orang lain”.
2.5. Cara Wahyu Allah Sampai Kepada Malaikat-Nya
Di dalam Alquran terdapat nas mengenai kalam Allah kepada para Malaikat-Nya.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"(QS. Al-Baqarah: 30).
Telah nyata pula bahwa Alquran telah dituliskan di Lauhul Mahfuz, berdasarkan firman Allah:
بَلۡ هُوَ قُرۡءَانٞ مَّجِيدٞ ٢١
فِي لَوۡحٖ مَّحۡفُوظِۢ ٢٢
Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. yang (tersimpan) dalam Lauhul Mahfuzh (QS. Al-Buruj: 21-22).
Demikian pula bahwa Alquran itu diturunkan sekaligus ke baitul ‘izzah yang berada di langit dunia di malam lailatul qadr di bulan Ramadhan. Di dalam sunnah terdapat hal yang menjelaskan nuzul(turunnya) Alquran yang menunjukkan nuzul itu bukan nuzul kedalam hati Rasulullah. Dalam suatu riwayat:
“Telah dipisahkan Alquran dari Az-Zikr, lalu di letakkan di Baitul ‘Izzah di langit dunia; kemudian jibril kepada Nabi Muhammad SAW”.
Oleh sebab itu, para ulama berbeda pendapat mengenai turunnya wahyu Allah yang berupa Alquran kepada jibril dengan beberapa pendapat:
a. Bahwa Jibril menerima secara pendengaran dari Allah dari lafalnya yang khusus
b. Bahwa Jibril menghapalnya dari Lauhul Mahfuz
c. Bahwa Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril atau lafal Muhammad SAW.
Pendapat pertama itulah yang benar, dan pendapat itu dijadikan pegangan oleh Ahlussunah Wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadis nawas bin sam’an.
2.6. Cara Wahyu Allah Sampai Kepada Rasul-Rasul-Nya
Ada beberapa cara wahyu Allah sampai kepada Rasul-Nya.
a. Melalui mimpi yang benar.
b. Jibril menghembuskan wahyu ke dalam jiwa.
c. Wahyu datang bagaikan dencingan lonceng dan suara yang amat kuat.
d. Jibril menyampaikan wahyu dengan menyamar sebagai manusia.
e. Jibril datang kepada Nabi dalam bentuk asli.
f. Allah berbicara langsung kepada Nabi tanpa perantara Jibril.
g. Allah mencampakkan wahyu langsung ke jiwa nabi tanpa melalui Jibril.
2.7. Syubhat yang Dilontarkan oleh Orang yang Menolak Adanya Wahyu serta Bantahannya
Pada saat Nabi menerima wahyu, dalam beberapa cara penurunan diriwatkan bahwa Nabi terlihat Nabi menggigil kedinginan, clan keringatnya menetes-netes. Keadaan Nabi yang demikian Dr. Robert Morey mengambil kesimpulan bahwa Nabi menderita penyakit ayan. Gejala-gejala demikian itu tampak padanya ketika beliau tidak sadarkan diri, keringatnya mengucur disertai kekejangan-kekejangan dan busa yang keluar dari mulutnya. Apabila ia sudah sadar kembali, ia lalu membacakan apa yang dikatakannya wahyu Tuhan kepadanya itu – kepada orang-orang yang mempercayainya. Padahal yang dikatakan wahyu itu tidak lain daripada akibat seranganserangan ayat tersebut.
BANTAHAN
Berdasarkan keterangan dari Nabi Muhammad saw sendiri yang dihimpun dari dari hadist-hadist sahih, cara penurunan wahyu kepada beliau dapat kita simpulkan sebagai berikut:
a. Berupa impian yang baik waktu beliau tidur.‘Aishah r.a. berkata: Wahyu yang pertama sekali didatangkan kepada Rasulullalh saw. itu adalah pemandangan (impian) yang baik yang bertepatan dalam tidur, maka beliau tidak melihat suatu pemandangan, melainkan datang cahaya terang seperti terangnya waktu subuh!. (Bukhari Muslim)
b. Kadang-kadang wahyu itu dibawa oleh malaikat Jibril, dan malaikat itu menyerupai manusia laki-laki, lalu menyampaikan (mengucapkan) perkataan kepada beliau, kemudian semua perkataan itu dipelihara baik-baik dan dihafalkan benar-benar oleh beliau.
c. Kadang-kadang malaikat pembawa wahyu itu menampakkan dirinya dalam bentuk asli (bentuk malaikat), lalu ia mewahyukan kepada beliau apa-apa yang diwahyukan oleh Allah kepada beliau.
d. Kadang-kadang wahyu itu merupakan bunyi genta. Menurut beliau, itulah wahyu yang paling berat diterima oleh beliau. Aishah r.a. berkata bahwa Harits bin Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah, Bagaimanakah wahyu diturunkan kepada engkau? Maka Rasulullah saw. bersabda, “Kadang-kadang wahyu yang datang padaku suaranya seperti bunyi genta dan wahyu inilah yang sangat berat bagiku, lalu diputuskan dari aku, dan aku sungguh telah menerima dengan mengerti darinya apa-apa yang dikatakannya. Dan kadang-kadang malaikat pembawa wahyu menyerupai seorang lelaki kepadaku, lalu ia berkata kepadaku lalu aku nenerima dengan hafal apa-apa yang ia katakan.”
e. Pernah juga wahyu itu datang tidak dengan perantaraan malaikat, melainkan beliau menerimanya langsung dari Hadirat Allah sendiri.
Demikianlah cara-cara bagaimana wahyu diberikan kepada Nabi Muhammad saw. Yang masing-masing sesuai dengan isi wahyu yang disampaikan. Ini dikarenakan pewahyuan Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, bukan diturunkan satu kitab secara langsung, Prosesnya pun berbedabeda. Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa wahyu yang diterima beliau itu bertingkat-tingkat Hal inilah yang tidak dimengerti oleh Dr. Robert Morey sehingga dia mengganggap hal ini sebagai suatu konflik pewahyuan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Al-Qur’an dan Al-Hadis adalah sumber ajaran bagi umat muslim di dunia yang ditinggalkan Rasul untuk menyelesaikan segala problematika hidup baik sciene dan logika.
Pengertian AL-Qur’an adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir zaman nanti.
Sedangkan Al-Hadis adalah segala sesuatu yang mengenai perbuatan maupun perkataan Rasulullah SAW dan yang menyangkut halihwalnya.
3.2. Saran
Kami sebagai penulis sanggat menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kami memohon maaf. Dan kami sangat berharap atas kritikan dan masukan yang bersifat membangun. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kita semua terutama bagi penulis sendiri. Semoga kita dapat mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Amin Ya Rabbal Alamin.
Share this
Recommended
Disqus Comments